Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Hukum

Anang Iskandar Pakar Hukum Narkotika : Yang Diperlukan Adalah Rehabilitatif Justice, Untuk Pulihkan Penyalahguna Agar Sembuh Ke Lembaga Rehab

21
×

Anang Iskandar Pakar Hukum Narkotika : Yang Diperlukan Adalah Rehabilitatif Justice, Untuk Pulihkan Penyalahguna Agar Sembuh Ke Lembaga Rehab

Sebarkan artikel ini
Banner Iklan Harianesia 468x60

Jakarta_HARIANESIA.COM_Pakar Hukum Narkotika Komjen Pol (Purn) Dr.Anang Iskandar,S.I.K.,SH.,MH, Pakar Hukum Narkotika menyikapi Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis.

Menurut Mantan Kepala BNN Dan KABARESKRIM ini,

Banner Iklan Harianesia 300x600

“Jaksa tidak berhak menghentikan perkara tidak pidana narkotika dengan pendekatan restoratif sebagai pelaksanaan dominus litis”.

“penghentian perkara tersebut

tidak sah, dan dapat dipraperadilan, demikian yang disampaikannya saat awak media menghubungi Rabu (10/9/2025).

Lebih lanjut Pakar Hukum Narkotika Ini menjelaskan *”Dalam sistem hukum Indonesia, jaksa memiliki peran penting sebagai penuntut umum yang berhak menentukan apakah suatu perkara akan dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan”*. Namun, dalam perkara narkotika, jaksa tidak berhak menghentikan perkara dengan pendekatan restoratif sebagai pelaksanaan dominus litis karena beberapa alasan:

Baca Juga :  Proyek Turap Setu Rawa Jejed Di Duga Bermasalah: Pihak Terkait Lempar Tanggung Jawab, Humas Bungkam

Pertama Kebijakan Hukum Narkotika. Undang-Undang Narkotika mengatur secara khusus tentang penanganan perkara narkotika, yang cenderung lebih keras dan fokus pada penindakan. Pendekatan restoratif mungkin tidak sesuai dengan kebijakan ini.

Kedua Meskipun jaksa memiliki kekuasaan sebagai dominus litis (penguasa perkara) dalam menentukan nasib perkara, kekuasaan ini tidak sepenuhnya bebas dari batasan hukum.

Dalam perkara narkotika, hukum mengatur secara ketat tentang penanganan dan proses hukumnya.

Ketiga Keterlibatan Pihak Lain Dalam perkara narkotika, seperti Kejaksaan Agung dan kepolisian sangat penting. Jaksa mungkin perlu berkoordinasi dengan pihak lain sebelum membuat keputusan tentang penghentian perkara.

Ke Empat Keadilan dan Konsistensi “Penghentian perkara narkotika dengan pendekatan restoratif bisa menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan konsistensi penegakan hukum”

Jaksa perlu memastikan bahwa keputusan mereka tidak menimbulkan kesan diskriminatif atau tidak adil.

Semoga para penegak hukum memahami tujuan dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dan merubah Peraturan pelaksanaan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang tidak berdasarkan paradigma hukum narkotika, serta mencabut peraturan teknis Mahkamah Agung sepanjang mengenai penyalah guna narkotika, dan mencabut peraturan Jaksa Agung mengenai pedoman penyelesaian perkara narkotika berdasarkan restorative justice dan dominus litis dan Peraturan Kapolri tentang restorative justice sepanjang mengenai penyalah guna narkotika.

Baca Juga :  Kecelakaan Di Timur Jembatan Pokoh, 1 Korban Meninggal Dunia, Polisi Lakukan Olah TKP

Sebelumnya Pernyataan Jaksa Agung yang melarang melimpahkan

pengguna narkotika ke pengadilan, Anang mengapresiasi

langkah tersebut, tetapi tidak setuju dengan pendekatan

restorative justice yang dianggap tidak tepat untuk kasus

narkotika.

Menurutnya “Restorative justice itu fokus pada pemulihan hubungan antara

korban dan pelaku. Sedangkan untuk narkotika, yang diperlukan adalah

rehabilitative justice, yaitu memulihkan penyalahguna atau

pecandu dengan menempatkan mereka di rumah sakit atau

lembaga rehabilitasi agar sembuh dan tidak kembali

menggunakan narkotika,” paparnya.

Baca Juga :  DPRD Resmi Setujui Rancangan Perubahan KUA-PPAS 2024: Apa yang Berubah?

Anang juga menegaskan, Langkah untuk Memutus Jaringan Narkoba bergantung pada pemutusan jaringan peredaran

gelap narkotika. Ia mengajukan dua langkah utama:

1. Rehabilitasi Pengguna: Penegakan hukum harus mengikuti

UU No. 35 Tahun 2009 dengan memprioritaskan rehabilitasi

pengguna narkotika.

Penegakan hukum hanya dilakukan jika terpaksa, dengan pendekatan rehabilitatif untuk mewujudkan rehabilitative justice

2. Penerapan TPPU: Memidana pelaku pengedar sekaligus

merampas hasil kejahatan mereka melalui mekanisme

TPPU. Hasil rampasan tersebut dapat digunakan untuk

mendanai rehabilitasi penyalahguna dan pecandu.

Anang menandaskan “Jika paradigma hukum pidana tetap fokus menghukum

pengguna dengan penjara dan pengedar dengan hukuman

mati, masalah narkotika tidak akan selesai, malah semakin

subur,” tegasnya.

Penegakan hukum yang tepat dan holistik, termasuk rehabilitasi

pengguna dan pemberantasan ekonomi jaringan narkoba,

adalah kunci untuk menyelamatkan generasi muda Indonesia

dari ancaman narkoba pungkas Anang.

(D.Wahyudi)

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600