Surabaya_HARIANESIA.COM_ Politikus muda asal Surabaya, Taufiq MS, menyampaikan apresiasinya terhadap langkah pemerintah yang tahun ini menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sejumlah tokoh lintas latar belakang. Salah satu penerimanya adalah seorang kiai asal Madura yang dikenal sebagai guru dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari.
Menurut Taufiq, keputusan tersebut menunjukkan bahwa negara kini semakin terbuka dalam mengakui peran besar para ulama dan pendiri pesantren dalam perjuangan kemerdekaan serta pembentukan karakter bangsa.
“Pemerintah telah menunjukkan sikap berkeadilan sejarah. Bahwa pahlawan bukan hanya mereka yang berjuang di medan tempur, tetapi juga para kiai dan guru bangsa yang menanamkan nilai keislaman, kebangsaan, dan kemerdekaan,” ujar Taufiq di Surabaya, Senin (10/11).
Politisi muda Partai NasDem ini juga mengapresiasi langkah pemerintah yang memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah, aktivis buruh perempuan yang gugur saat memperjuangkan hak-hak pekerja.
“Marsinah adalah simbol perjuangan kelas pekerja dan keberanian perempuan melawan ketidakadilan. Ia pantas mendapatkan gelar itu, bahkan mungkin sudah lama layak,” kata Taufiq.
Namun, di balik apresiasinya, Ketua IKA FISIP UINSA tersebut menilai ada ironi dalam keputusan tahun ini. Ia menyebut publik tentu akan mencermati kontras antara Marsinah sebagai korban perjuangan buruh dan Soeharto, penguasa pada masa ketika kebebasan buruh justru dibungkam.
“Ada ironi sejarah di sana. Di satu sisi, kita memuliakan korban perjuangan buruh; di sisi lain, kita juga memuliakan penguasa pada masa ketika suara buruh dibungkam. Ini paradoks yang perlu menjadi bahan refleksi bersama,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Taufiq menegaskan bahwa penghargaan kepada para pahlawan semestinya tidak hanya sebatas seremoni tahunan, melainkan menjadi pengingat moral dan politik bagi bangsa agar tetap berpihak kepada rakyat kecil, kaum guru bangsa, serta pejuang keadilan sosial.
“Semangat para kiai dan aktivis seperti Marsinah adalah napas bangsa ini. Jangan sampai penghargaan itu berhenti sebagai simbol tanpa makna perjuangan,” pungkasnya.(Yudi)
