Jakarta – Presiden Amerika Serikat
Donald Trump dan Presiden Rusia
Vladimir Putin menggelar pertemuan
bersejarah di Alaska pada Jumat (15/8)
waktu setempat.
Pertemuan ini menjadi
puncak dari upaya diplomasi untuk
mengakhiri perang Rusia-Ukraina yang
telah berlangsung sejak 2022.
Dengan
latar bertuliskan “Mengejar
Perdamaian”, keduanya berjabat tangan
sebelum memulai perundingan.
Jurnalis hanya diperbolehkan meliput di
awal sesi, sebelum kemudian diminta
meninggalkan ruangan.
Perundingan tatap muka ini mendapat
sorotan dunia internasional, terutama
negara-negara Eropa yang menaruh
perhatian besar pada kelanjutan konflik.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky
tidak dilibatkan dalam pembahasan dan
menolak tekanan dari Trump untuk
menyerahkan wilayah yang telah direbut
Rusia.
Meski begitu, pertemuan di
pangkalan militer Alaska ini tetap
dipandang sebagai langkah penting
dalam mencari solusi damai atas
perang yang menghancurkan di Ukraina.
Prof.Connie Rahakundini Bakrie pengamat militer dan pertahanan yang juga merupakan guru besar di Fakultas Hubungan Internasional Universitas Negeri St.Petersburg Rusia dalam unggahnya di Instagram Pribadinya Sabtu (17/8/2025), memandang bahwa ini merupakan
Pertaruhan Geopolitik di Alaska
POTUS mengundang Putin ke wilayah
Amerika Meski Ada Sanksi dan surat
penangkapan internasional.
John
Bolton menyebutnya sebagai “hadiah”
dari Trump dalam membebaskan Putin
dari isolasi Barat.
Connie juga menegaskan
“Kemenangan
simbolis bagi Putin ini bisa
meningkatkan nilai Russia bersama
BRICS dalam panggung melawan
dominasi Barat, juga memperluas
pengaruh Rusia di Afrika dan Asia.
Menurutnya
“Bagi ASEAN dan kita risikonya akan
nyata: tekanan militer-ekonomi susulan
akan meningkat, ruang netralitas
semakin menyempit.
Frozen Conflict
menguntungkan Rusia, tapi akan
menjadi spill over bagi negara negara
kawasan untuk mempercepat
modernisasi pertahanan bagi
terjaganya kedamaian kawasan.
Dunia sedang menata ulang peta
kekuatan.
Pertanyaannya, di mana
posisi polugri dan pertahanan
Indonesia?.**