Edukasi

Mulyadi Desak Presiden Evaluasi Kebijakan KLH yang Rugikan Warga Puncak

BOGOR, HARIANESIA.COM_Anggota Komisi XI DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Bogor, Mulyadi, mendesak pemerintah pusat segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terkait penyegelan dan penutupan sejumlah objek wisata di kawasan Puncak, Bogor.

Seruan tersebut disampaikan Mulyadi usai menyerap langsung aspirasi masyarakat Puncak dalam kegiatan reses di Rizen Hotel, Cisarua, Kamis (9/10/2025).

“Presiden Prabowo perlu segera meninjau ulang kebijakan Menteri Lingkungan Hidup yang saya nilai terburu-buru dan tidak berdasar kajian komprehensif. Penyegelan dan penutupan massal terhadap puluhan perusahaan serta tempat wisata di Puncak jelas menimbulkan gejolak sosial dan ekonomi di tengah masyarakat,” tegas Mulyadi.

Sebagai putra daerah Kabupaten Bogor, Mulyadi mengaku prihatin mendengar langsung keluhan warga yang kehilangan mata pencaharian dan terganggunya aktivitas ekonomi lokal akibat kebijakan tersebut.

Ia menilai, kawasan Puncak yang juga berdekatan dengan kediaman Presiden RI Prabowo Subianto di Hambalang seharusnya mendapatkan perhatian lebih serius. Menurutnya, aspirasi warga yang terdampak telah disampaikan secara langsung kepada pihak terkait di tingkat pusat.

“Saya memilih Puncak sebagai lokasi reses pertama karena persoalan ini sudah sangat mendesak. Kebijakan yang tidak didasarkan pada kajian matang harus segera dihentikan,” ujar Mulyadi menegaskan.

Dalam pertemuan tersebut, Mulyadi juga mencatat efek domino dari kebijakan KLH, mulai dari meningkatnya pengangguran, menurunnya tingkat kunjungan wisatawan, hingga merosotnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari wilayah selatan Kabupaten Bogor.

Menurut Mulyadi, pemerintah seharusnya mengambil langkah proporsional dan berkeadilan. Perusahaan dan pelaku usaha pariwisata yang telah memenuhi regulasi serta berkontribusi nyata terhadap masyarakat lokal sepatutnya diberi dukungan, bukan justru disegel.

“Kalau ada yang tidak berizin atau merusak lingkungan, tentu wajib ditindak. Namun yang menjadi persoalan, banyak yang disegel justru telah memiliki izin resmi dan telah beroperasi secara legal selama puluhan tahun,” pungkasnya.

Exit mobile version