Bandung_HARIANESIA.COM_Maraknya peredaran obat-obatan daftar G di Jawa Barat kian meresahkan. Tramadol, Eksimer, dan sejenisnya bisa diperoleh bebas di toko obat ilegal tanpa izin edar, bahkan tanpa resep dokter. Kondisi ini jelas mengancam masa depan generasi muda dan menimbulkan pertanyaan publik: kemana peran BPOM, Dinas Kesehatan, serta aparat penegak hukum?
Ironisnya, toko obat ilegal bak jamur di musim hujan—berdiri di setiap sudut kota, perempatan lampu merah, terminal hingga tempat berkumpulnya anak jalanan. Namun, hingga kini, belum ada tindakan tegas. Publik menduga ada unsur pembiaran.
Investigasi ke Panti Rehabilitasi Cakra Sehati
Tim awak Media Edukadi News mencoba mengkonfirmasi langsung ke Yayasan Panti Rehabilitasi Cakra Sehati, beralamat di Jalan Setra Indah No. 2B Bandung. Namun, akses ditolak oleh pihak keamanan dengan alasan harus membuat janji terlebih dahulu. Bahkan, meski dijelaskan bahwa jurnalis dilindungi UU Pers No. 40 Tahun 1999, tetap dihalangi. Hal ini justru menimbulkan tanda tanya besar soal transparansi lembaga tersebut.
Berdasarkan temuan lapangan, terdapat kasus dua orang yang dilimpahkan Polres ke Panti Rehabilitasi Cakra. Salah satu dari mereka bukan pengguna, namun tetap diwajibkan masuk rehab setelah mengeluarkan sejumlah uang. Sementara seorang lainnya yang positif narkotika diwajibkan membayar Rp7,5 juta per bulan, ditambah biaya detoks sebesar Rp450 ribu sekali tindakan. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang diajukan keluarga pun tidak dihiraukan.
Orang tua korban mengaku anaknya ditangkap hanya karena coba-coba minum obat di kos temannya, tanpa barang bukti berarti. Namun keluarga tetap diwajibkan membayar biaya rehabilitasi jika ingin anaknya dirawat atau dipulangkan.
Diduga Jadi Lahan Bisnis
Praktik ini menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarga miskin yang harus banting tulang membayar biaya rehab. Padahal, sesuai aturan, rehabilitasi narkotika seharusnya tidak dipungut biaya.
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika:
Pasal 54: Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Pasal 127 ayat (3): Hakim dapat memutuskan pecandu menjalani rehabilitasi, bukan pidana penjara.
Permenkes No. 4 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Wajib Lapor:
Pasal 11 ayat (1): Rehabilitasi bagi pengguna narkotika di Institusi Wajib Lapor tidak dipungut biaya.
Pasal 27: Dilarang melakukan pungutan liar terhadap pasien rehabilitasi.
👉 Dengan demikian, jika benar Panti Rehabilitasi Cakra menarik biaya Rp7,5 juta per bulan, maka hal itu bertentangan dengan hukum.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Pasal 190: Menyelenggarakan fasilitas pelayanan kesehatan tanpa izin dapat dipidana 10 tahun dan/atau denda Rp1 miliar.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pasal 62: Pelanggaran atas pelayanan jasa yang tidak sesuai standar dapat dipidana 5 tahun penjara dan/atau denda Rp2 miliar.
Tuntutan Publik
Kasus ini harus menjadi perhatian serius negara. Apalagi, pengguna Eksimer atau Tramadol tidak termasuk kategori pidana dalam UU Narkotika. Seharusnya, jika pun direhabilitasi, cukup melalui rehab jalan, bukan dengan pemaksaan biaya besar.
Awak Media Edukadi News akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan BNN Jawa Barat untuk menanyakan legalitas Panti Rehabilitasi Cakra Sehati, termasuk dasar hukum pemungutan biaya yang dibebankan kepada keluarga pasien.
Penutup
Fenomena ini menunjukkan adanya dugaan praktik komersialisasi rehabilitasi narkoba dengan kedok pelayanan sosial. Media Edukadi News menegaskan akan mengawal kasus ini hingga tuntas, demi kepentingan publik dan masa depan generasi muda Indonesia.
(Tim Redaksi Edukadi News)