Penjualan bebas tramadol di sepanjang Jalan AH Nasution, Kota Bandung, telah menimbulkan keresahan mendalam di tengah masyarakat. Obat keras yang seharusnya hanya diperoleh dengan resep dokter ini, kini justru mudah didapatkan di pinggir jalan, memicu pertanyaan serius tentang lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
Tramadol merupakan obat keras yang memiliki potensi efek samping berbahaya jika dikonsumsi tanpa pengawasan medis. Penyalahgunaan tramadol dapat menyebabkan ketergantungan, kejang-kejang, hingga overdosis yang berakibat fatal.
Berdasarkan pantauan di lapangan, tramadol dijual secara terbuka oleh pedagang, di Jalan AH Nasution dengan harga yang relatif terjangkau. Ironisnya, pembeli tidak diwajibkan menunjukkan resep dokter, sehingga siapa pun dapat dengan mudah memperolehnya. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena membuka celah bagi penyalahgunaan, terutama di kalangan remaja dan generasi muda, dan yang lebih memprihatinkan, berdasarkan pantauan dari team media ini, justru oknum Bhabinkamtibmas menggunakan kendaraan dinas datang kelokasi penjualan obat keras yang dikoordinir oleh mayoritas suku aceh, oknum polisi tersebut diduga datang untuk mengambil jatah.
Seorang tokoh masyarakat setempat mengungkapkan kekhawatirannya, “Kami sangat khawatir dengan kondisi ini. Anak-anak muda sangat rentan terjerumus ke dalam penyalahgunaan tramadol karena harganya murah dan mudah didapatkan.” Dia juga menambahkan, bahwa kios tersebut baru baru ini di sidak dan disegel oleh Satpol PP Kota bandung, tetapi para penjualnya tidak di tindak, sehingga mereka masih tetap berjualan di depan kios yang telah disegel, ada apa ini para penegak hukum, apakah mereka juga mendapatkan jatah, mau sampai kapan kota Bandung bebas dari peredaran obat keras ilegal, kalau penindakannya tidak maksimal, ujar tokoh masyarakat yang tidak mau namanya disebutkan.
Berbagai pihak menilai bahwa tindakan aparat penegak hukum (APH) selama ini belum cukup efektif dalam memberantas peredaran tramadol ilegal. Mereka mendesak pemerintah dan APH untuk lebih serius dan proaktif dalam menindak para pelaku penjualan tramadol ilegal.
“Harus ada tindakan yang lebih tegas dan berkelanjutan, bukan hanya razia sesekali. Perlu ada upaya sistematis untuk memutus rantai pasokan tramadol ilegal ini,” tegas seorang pakar hukum dari salah satu organisasi di Kota Bandung.
Menjual obat keras tanpa resep dokter merupakan tindakan ilegal yang dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran ini juga dapat dijerat dengan sanksi berdasarkan:
– Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: Mengatur bahwa peredaran obat keras hanya boleh dilakukan melalui resep dokter.
– Pasal 196: Mengatur sanksi pidana bagi orang yang mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dan tanpa resep dokter, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
– Pasal 197: Mengatur sanksi pidana bagi orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp1,5 miliar.
Masyarakat berharap agar dengan tindakan yang lebih tegas dan terkoordinasi, peredaran tramadol ilegal di Jalan AH Nasution dan wilayah lainnya di Kota Bandung dapat segera dihentikan. Upaya ini sangat penting untuk melindungi generasi muda dari bahaya penyalahgunaan obat keras dan mewujudkan masa depan yang lebih sehat dan produktif. (Tim/Levi)
