Jakarta_HARIANESIA.COM_ Kekacauan tata ruang kembali mencolok di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Di tengah aturan yang jelas dan kewenangan yang tegas, deretan bangunan yang diduga kuat tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) justru tumbuh subur di berbagai titik, mulai dari jalan Budi Raya, jalan Yusuf III, hingga jalan Gili Sampeng Ujung.
Pantauan Awak Media
Pantauan awak media dilapangan menunjukkan beberapa proyek dikerjakan secara terbuka meskipun tidak ditemukan tanda-tanda kepemilikan PBG. Pembangunan berlangsung terang-terangan. Pekerja mondar-mandir. Material berserakan.
Fakta ini menjadi ironi yang bertolak belakang dengan narasi pemerintah soal penertiban pembangunan, menimbulkan pertanyaan publik mengenai efektivitas pengawasan instansi terkait.
Awak media berupaya konfirmasi kepada Wali Kota Jakarta Barat, Uus Kuswanto, melakui pesan WhatsAppnya pada selasa, 25/11/2025. Namun tidak mendapat tanggapan. Demikian pula konfirmasi sebelumnya kepada Kasatpol PP Kecamatan Kebon Jeruk saat itu, Yudistira, serta stafnya Angga, yang tidak memberikan jawaban maupun tindak lanjut.
Aparat Lamban, Respons Nyaris Nol
Minimnya respons aparat di tengah dugaan pelanggaran yang begitu kasat mata memunculkan pertanyaan besar. Apakah aturan hanya untuk warga patuh, sementara pelanggar dibiarkan melenggang?
Pernyataan Permisif, Pengawasan Dipertanyakan
Situasi makin disorot setelah Kepala Satpol PP Kelurahan Sukabumi Utara, H. Isyap Syarifudin, memberi komentar permisif.“Lihat dulu punya orang kampung bukan,” ujarnya, pada (2/11/2025), melalui pesan WhatsAppnya kepada awak media.
Alih-alih menegaskan penegakan aturan,
komentar itu, disusul pemblokiran kontak awak media. Justru memunculkan kesan bahwa kualitas penertiban bergantung pada siapa pemilik bangunan, bukan pada kepatuhan terhadap hukum. Pernyataan ini dinilai publik jauh dari sikap aparat yang seharusnya menjunjung netralitas dan ketegasan.
Pembiaran? Dugaan Makin Menguat
Kendati belum ada bukti transaksi terselubung, rangkaian kelalaian, minimnya respons, dan ketiadaan tindakan nyata memperkuat dugaan publik bahwa pelanggaran ini sengaja dibiarkan.
Sikap seperti ini membuka ruang spekulasi bahwa penegakan hukum konstruksi seolah hanya formalitas, keras di atas kertas, lumpuh di lapangan.
Aturan Jelas, Tapi Tak Berdaya?
Padahal, aturan penertiban sudah sangat tegas. PP Nomor 16 Tahun 2021 Pasal 45 ayat (1) mengatur sanksi administratif hingga pembongkaran bangunan. Bahkan jika pelanggaran menimbulkan kerugian, pelakunya bisa dikenai sanksi pidana atau denda 10 persen dari nilai bangunan.
Namun realitas di Kebon Jeruk menunjukkan sebaliknya: aturan ada, penegakan tak berjalan.
Kepercayaan Publik Tergerus
Masyarakat semakin geram. Bagi warga yang taat mengurus izin. Apabila setiap bangunan ilegal dibiarkan tumbuh, kepercayaan publik terhadap aparat semakin runtuh.
Desakan: Tindakan Nyata, Bukan Janji
Fenomena ini mejadi tamparan keras khususnya bagi Pemerintah Kota dan Dinas terkait. Agar segera turun tangan, melakukan sidak, menindak, dan menghentikan pembangunan yang diduga kuat melanggar aturan.
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada penjelasan dari Wali Kota maupun Satpol PP Kecamatan. Sikap diam ini hanya memperkuat kesan publik bahwa pengawasan di Kebon Jeruk bukan sekadar lemah, tetapi mandek.
Tanpa tindakan nyata, wilayah Kebon Jeruk hanya akan menjadi contoh betapa longgarnya pengawasan tata ruang di Jakarta.
Keteraturan kota tidak lahir dari aturan semata, tetapi dari keberanian aparat menegakkannya. Dan keberanian itu kini ditunggu publik.
(Tim/jae)
