Hukum

Jenny Claudya: “Jika Sudah Menyangkut Dana Pendidikan Dan Hak Anak, Tidak Boleh Ada Kompromi. Hukum Harus Hadir Untuk Memberikan Kepastian Dan Keadilan!

Jeny Claudya Lumowa,Ketua Umum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (TRCPPA).

Jakarta,- Ketua Umum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (TRCPPA), Jeny Claudya Lumowa, menerima laporan resmi dari sejumlah orang tua murid terkait dugaan penggelapan dana komite sekolah di Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus di Kabupaten Sidoarjo.

Laporan tersebut berkaitan dengan pengelolaan keuangan komite sekolah periode Juli hingga Oktober 2024 yang saat itu dipercayakan kepada bendahara lama berinisial B.I. Dugaan penyimpangan mencuat setelah ditemukan berbagai ketidaksesuaian antara data pemasukan dan pengakuan bendahara.

Salah satu orang tua murid sekaligus anggota komite, B.P mengungkapkan bahwa B.I. dinilai tidak kooperatif ketika diajak menyamakan persepsi dan membuka data keuangan komite. Padahal, dana komite bersumber dari delapan jenis pemasukan, yakni partisipasi wali murid tahun ajaran 2024–2025, tunggakan lama, serah terima dari bendahara sebelumnya B.E., setoran Pokja SD, Pokja SMP, Pokja SMA, sumbangan P.R. (guru musik sekolah), serta sumbangan kegiatan Agustusan.

Seluruh dana dari delapan sumber tersebut diketahui berada dalam penguasaan B.I. selama periode Juli–Oktober 2024. Namun, dalam proses klarifikasi, ditemukan sejumlah kejanggalan. Di antaranya, sebagian pemasukan transfer dari wali murid melalui rekening koran BCA tidak diakui, setoran Pokja dianggap tidak sah karena tidak memiliki tanda tangan bendahara, adanya perbedaan tanda tangan pada dokumen keuangan, serta sumbangan dari P.R. yang tidak diakui meskipun telah diserahkan secara langsung dan disaksikan oleh perwakilan Pokja serta beberapa guru.

Permasalahan ini semakin kompleks ketika pada awal November 2024, B.I. secara tiba-tiba mengundurkan diri tanpa melakukan serah terima administrasi maupun dana komite. Sebelumnya, polemik keuangan tersebut sempat berujung pada pelaporan ke Polsek Gedangan oleh pihak lain berinisial B.Z. terkait dugaan pencemaran nama baik saat persoalan keuangan dibahas dalam forum rapat. Bahkan, tim kuasa hukum B.Z. juga sempat mendatangi pihak sekolah untuk meminta klarifikasi.

Berdasarkan catatan internal komite, total estimasi pemasukan dari delapan sumber dana tersebut mencapai sekitar Rp52.000.000. Namun, dana yang diakui oleh pihak terkait hanya sebesar Rp3.000.000, itupun belum dikurangi pengeluaran.

Upaya mediasi sempat dilakukan pada 11 Desember 2025 dengan menghadirkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atas inisiatif K., selaku ketua komite. Namun, mediasi tersebut dinilai tidak menyeluruh karena hanya melibatkan sebagian pihak. Dalam kesempatan itu, B.I. sempat menyampaikan niat untuk mengembalikan dana sebesar Rp20.000.000 tanpa didasarkan pada pembukaan data keuangan secara rinci.
Setelah dimusyawarahkan bersama wali murid pada 24 Desember 2025, tawaran tersebut ditolak, karena dinilai jauh dari nilai saldo yang tercatat dan tidak mencerminkan transparansi maupun pertanggungjawaban.

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Umum TRCPPA Jeny Claudya Lumowa menegaskan bahwa penyelesaian perkara ini lebih tepat ditempuh melalui jalur hukum dibandingkan mediasi internal.

“Kami menekankan agar persoalan ini diselesaikan di muka hukum. Mediasi sudah terlalu lama dilakukan namun tidak membuahkan kejelasan dan keadilan. Kasus ini berlarut hampir satu tahun tanpa kepastian,” tegas Jeny, Sabtu (27/12/2025).

Menurut Jeny, persoalan ini tidak dapat dipandang sebagai konflik biasa, karena menyangkut hak anak-anak berkebutuhan khusus serta pengorbanan besar para orang tua murid.

“Ini sekolah anak berkebutuhan khusus. Bayangkan kelelahan para orang tua—mereka berjuang untuk terapi, pendidikan, dan masa depan anak-anaknya, tetapi justru dibebani persoalan dana yang tidak transparan,” ungkapnya.

Ia menilai, upaya penyelesaian secara kekeluargaan tanpa keterbukaan data justru berpotensi mengaburkan tanggung jawab dan memperpanjang penderitaan para wali murid.

“Jika sudah menyangkut dana pendidikan dan hak anak, tidak boleh ada kompromi. Hukum harus hadir untuk memberikan kepastian dan keadilan,” tambah Jeny.

Para orang tua murid pun menyatakan menolak penyelesaian di tingkat sekolah, mengingat persoalan ini telah berlangsung hampir satu tahun dan berdampak langsung pada kondisi ekonomi dan psikologis mereka.

Selanjutnya, mereka menyerahkan penanganan kasus ini kepada TRCPPA untuk dibuatkan laporan resmi ke Polresta Sidoarjo.
Surat pengaduan masyarakat (dumas) telah dilayangkan, sementara proses lanjutan direncanakan pada awal tahun 2026 mengingat saat ini bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru.

TRCPPA memastikan akan mengawal proses hukum secara serius dan transparan, demi melindungi hak-hak orang tua murid serta memastikan kepentingan terbaik bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Sidoarjo.

Yudi

Exit mobile version