Jakarta_HARIANESIA.COM_ Menyoroti kasus sengketa tanah yang menimpa Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) di kawasan Metro Tanjung Bunga, Makassar, menjadikan kasus tersebut sebagai bukti bahwa kekuatan oligarki telah menguasai Indonesia dan menundukkan aparat penegak hukum.
“Perampokan tanah Pak JK adalah proklamasi oligarki bahwa mereka sudah menguasai Indonesia dan bebas melakukan apa pun yang mereka mau,”.
“Begitu kuatnya kekuasaan oligarki menguasai penegak hukum, yang ‘mengambil’ tanah Pak JK di Makassar adalah anak perusahaan Lippo, kita tahu siapa Lippo dan siapa saja komisarisnya,”.
Tidak hanya mantan Wakil Presiden yang mengalami perampasan tanah miliknya, dalam beberapa kasus yang sama
Terkait dengan Kementrian ATR/BPN, ada kasusa serupa, contohnya yang dialami oleh Ibu Yatmi Bin Embing yang tanahnya dirampas, serta kuburan makam wakaf keluarganya yang dibongkar dan dipindah tanpa sepengetahuan ahli waris dan keluarga oleh pengembang di Tangerang Selatan.
Lalu ada lagi seorang warga Makasar bernama Ilham Salam salah satu ahli Waris Abdul Salam Pasanrangi, yang
mendatangi Kementrian ATR / BPN untuk berjuang mencari keadilan,
meskipun keputusan MA sudah inkrah, namun keputusan malah tidak dijalankan oleh BPN Makasar dan atas putusan Pengadilan Makasar, hak yang menjadi miliknya belum ia peroleh hingga kini.
Ilham Salam adalah salah satu dari ribuan korban mafia tanah, yang diduga bekerja sama dengan oknum mengaku berjuang melawan mafia tanah yang disebutnya berkolaborasi dengan ATR/BPN, kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.
Kepada awak media usai berikan surat ke Kementrian ATR/ BPN, dirinya tegaskan
“Saya berperkara selama 26 tahun,
dan saat ini saya kembali ke Jakarta ke Kementrian ATR / BPN Memberikan surat agar Kementrian ATR/BPN, mau menangani secara serius terhadap kasus yang saya hadapi sekarang.
“Nusron jangan hanya merespon mantan Pejabat saja, tapi rakyat jelata seperti dirinya ia abaikan” ungkapnya dengan nada kecewa.
Ilham menambahkan,
“Mungkin jika kasus tersebut
tidak terjadi kepada seorang Yusuf Kalla, tidak akan menarik perhatian masyarakat.
Kini setelah jadi perhatian publik dan memicu sorotan terhadap praktik mafia tanah serta dugaan dominasi oligarki dalam sistem hukum Indonesia, Kementrian ATR/BPN angkat bicara tandas Ilham.
Diberitakan sebelumnya
Ilham Salam merupakan salah satu ahli waris dari almarhum Abdul Salam Pasanrangi. Ia mengungkapkan bahwa sebidang tanah milik keluarganya seluas 3.863 meter persegi, yang berlokasi di Kecamatan Panakkukang, Lingkungan Karuwisi, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, hingga kini masih dikuasai oleh pihak yang ia sebut sebagai mafia tanah.
Dijelaskannya
bahwa tanah tersebut memiliki sertifikat hak milik yang diterbitkan pada tahun 1974 atas nama Abdul Salam Pasanrangi. Namun, tanpa sepengetahuan keluarga, tanah itu ikut dieksekusi dalam perkara antara pihak Harmunis T. melawan Manra dkk, meskipun keluarga Abdul Salam tidak terlibat dalam sengketa tersebut
Kami tidak pernah dilibatkan ataupun dihubungi oleh pihak mana pun terkait perkara itu, tetapi tanah orang tua kami justru ikut dieksekusi. Kami merasa sangat dirugikan dan kecewa dengan keputusan pengadilan,” ujar Ilham Salam.
Ia menambahkan, tindakan penguasaan lahan tersebut telah menimbulkan dampak besar bagi keluarga. Berbagai upaya hukum telah ditempuh, termasuk permohonan penjelasan kepada Pengadilan Negeri Makassar Menurut Ilham, dalam putusan pengadilan disebutkan bahwa BPN dan Kantor Agraria Makassar telah diperintahkan untuk mengembalikan batas tanah sesuai sertifikat asli atas nama Abdul Salam Pasanrangi. Namun, hingga kini perintah tersebut belum dijalankan secara nyata.
“Kami sudah berusaha mencari keadilan melalui jalur hukum, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut yang pasti. Karena itu, kami mengirimkan surat langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, agar kasus ini mendapat perhatian dan penyelesaian yang berkeadilan,” tegas Ilham.
Kasus yang menimpa keluarga Abdul Salam Pasanrangi menjadi salah satu contoh masih maraknya praktik mafia tanah di Indonesia. Fenomena serupa kerap terjadi di berbagai daerah dan kerap menimpa pemilik tanah sah yang memiliki kemampuan finansial terbatas, sementara proses hukum yang panjang sering kali merugikan pihak yang lemah.
Ilham berharap pemerintah, khususnya Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dapat menindaklanjuti kasus ini dengan serius. Ia juga meminta agar aparat penegak hukum menelusuri dugaan keterlibatan oknum BPN Makassar dalam praktik yang merugikan masyarakat tersebut.
“Sudah 26 tahun kami menunggu hak kami dikembalikan. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan,” tutupnya. (D.Wahyudi)
