TNI-POLRI

Connie Rahakundini: Mereka Yang Takut Dengan Istilah Bencana Nasional Tidak Paham Mekanisme Kedaulatan Itu Sendiri

Jakarta – Narasi yang menyebut penetapan bencana nasional sebagai undangan bagi “elit global” masuk ke Sumatra adalah contoh klasik dari analisis tanpa dasar ilmiah.

Dalam tata kelola modern, status
bencana nasional bukan pintu masuk asing, melainkan alat negara untuk
memobilisasi TNI, anggaran, logistik, dan komando pusat, hal ini ditegaskan oleh Prof.Connie Rahakundini Bakrie Pengamat Militer dan Pertahanan
dalam akun Instagramnya Senin (15/12/2025).

Connie menyebut “Indonesia pasca-Aceh
justru menjadi role model internasional
karena mampu mengelola bantuan global
tanpa kehilangan kedaulatan.
Mereka yang takut dengan istilah
bencana nasional sebetulnya tidak
memahami mekanisme kedaulatan itu
sendiri ungkapnya.

Guru besar Fakultas Hubungan Internasional Universitas Negri St.Peters Burg Rusia ini juga menegaskan,
“Ini bukan soal geopolitik; ini soal
minim literasi kebijakan”,
Ironisnya paranoia yang mereka sebarkan bukan memperkuat negara, tetapi justru memperlihatkan betapa kecilnya cara mereka memandang
Indonesia, seolah negeri sebesar ini bisa “direbut” hanya karena sebuah status
administratif.

Sebelumnya Surat Terbuka
Ia juga layangkan kepada Kepala OCHA PBB Terkait Permintaan Bantuan Internasional untuk Sumatera dan Aceh.

Dalam surat tersebut, dirinya menyoroti bahwa meskipun dampak bencana sudah sangat luas dan parah, pemerintah Indonesia belum menetapkan status bencana nasional, sehingga berpotensi menghambat percepatan masuknya bantuan kemanusiaan internasional.

Kondisi ini, menurutnya membutuhkan respons cepat dari komunitas internasional demi keselamatan warga di wilayah terdampak.

Melalui surat terbukanya, Prof. Connie meminta OCHA PBB untuk:

1. Mengaktifkan mekanisme koordinasi kemanusiaan internasional secepatnya tanpa menunggu deklarasi formal dari pemerintah, sesuai prinsip-prinsip kemanusiaan dalam kondisi darurat.

2. Mengerahkan asesmen cepat dan tim penyelamat ke wilayah-wilayah bencana yang masih terisolasi.

3. Memobilisasi dukungan logistik internasional, termasuk tim medis, obat-obatan, dan tenda-tenda darurat bagi warga terdampak.

4. Menginisiasi asesmen risiko lingkungan dan struktural guna mencegah potensi terjadinya bencana susulan.

Ia menegaskan bahwa permintaan ini bukan bentuk pertentangan terhadap otoritas negara, melainkan upaya mempertahankan keselamatan manusia (human life defense) sebagai prioritas utama dalam situasi krisis.

Ia juga menyerukan agar PBB memberi perhatian dan urgensi yang sama sebagaimana dilakukan dalam bencana-bencana kemanusiaan lainnya di dunia, dimana bantuan internasional tetap berjalan walau belum ada deklarasi status bencana nasional.

Sebagai bagian dari tanggung jawab moral untuk memastikan informasi ini tersampaikan ke publik dan pemangku kepentingan, Prof. Connie telah menyampaikan surat terbuka tersebut untuk disebarluaskan melalui jaringan media.

Rilis media ini diharapkan dapat membuka akses informasi yang lebih luas dan mendorong percepatan penanganan kemanusiaan di wilayah Sumatra dan Aceh pungkasnya.**

Exit mobile version