Bogor_HARIANESIA.COM_Transparansi anggaran rehabilitasi Kantor Kelurahan Keradenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, makin dipertanyakan. Bukannya menjelaskan secara rinci, Camat Cibinong Drs. Acep Sajidin, M.Si justru terkesan bungkam dan memberikan jawaban normatif yang jauh dari substansi.
Saat media mengonfirmasi pada Sabtu (13/9/2025) melalui WhatsApp, pertanyaan sudah dibuat terang:
1. Siapa yang menentukan lokasi sementara kantor kelurahan?
2. Berapa biaya sewa yang dibayarkan, dan apakah ada bukti transparansinya?
3. Dari pos anggaran mana biaya sewa diambil, serta apakah sesuai mekanisme resmi?
Namun jawaban yang keluar hanya kalimat singkat: “Yg mengajukan lokasi pengguna kemudian yg menentukan tim.”
Jawaban ini dianggap tidak menjawab persoalan inti. Padahal, yang dipertanyakan adalah uang rakyat.
Ketua DPD Jawa Barat LSM Indonesia Morality Watch, Edwar, menilai sikap Camat Cibinong jelas-jelas menghindar dari transparansi.
“Jawaban itu seperti tameng untuk menutupi sesuatu. Pertanyaannya jelas, tapi jawabannya kabur. Itu menimbulkan dugaan kuat ada permainan anggaran, mungkin bahkan mark-up,” tegas Edwar.
Ia menambahkan, pejabat publik tidak boleh bermain-main dengan uang rakyat. “Kalau memang benar ada sewa, tunjukkan dokumen resminya. Kalau tidak bisa, wajar masyarakat curiga ini akal-akalan,” katanya.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), pejabat publik tidak punya ruang untuk menutup-nutupi informasi.
Pasal 9 UU KIP mewajibkan badan publik menyampaikan informasi keuangan secara terbuka dan berkala. Lebih jauh, Pasal 52 menyebutkan pejabat yang dengan sengaja tidak membuka informasi publik dapat dikenai sanksi pidana.
Komisi Informasi (KI) juga menegaskan informasi terkait keuangan daerah tidak boleh dirahasiakan. Dengan sikap bungkam, Camat Cibinong bukan saja melawan tuntutan publik, tapi juga berpotensi melanggar hukum.
Masyarakat Keradenan menilai gelagat pemerintah kecamatan semakin mencurigakan. Mereka menuntut audit independen atas biaya sewa kantor sementara yang diduga disembunyikan.
“Kalau sewa memang benar dan sesuai aturan, mengapa takut membuka data? Kenapa hanya menjawab dengan kalimat normatif? Ini jelas membuka dugaan adanya permainan kotor,” ujar Edwar.
Ia menambahkan, jika Camat tetap menutup diri, persoalan ini layak dibawa ke ranah hukum. “Komisi Informasi bisa dilibatkan, bahkan aparat penegak hukum bisa turun jika ada indikasi korupsi,” tegasnya.
Hingga berita ini dirilis, Camat Cibinong belum memberikan klarifikasi tambahan selain jawaban singkat yang jauh dari substansi. Publik menilai sikap bungkam itu justru memperkuat dugaan adanya sesuatu yang disembunyikan.
Kasus ini menegaskan kembali: tertutupnya informasi hanya akan melahirkan ketidakpercayaan, bahkan memperkuat kecurigaan publik terhadap praktik korupsi di tingkat lokal.