Jakarta_HARIANESIA.COM_Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), secara terbuka mengakui masih terdapat kekeliruan dalam arah kebijakan pangan nasional. Ia menilai kesalahan tersebut membuat produktivitas pertanian Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam, meski Indonesia memiliki lahan dan sumber daya yang jauh lebih besar.
“Kita negara tropis dengan keunggulan komparatif, tapi justru impor beras dari Thailand dan Vietnam dua negara yang wilayah dan penduduknya jauh lebih kecil. Ini berarti ada yang keliru dalam kebijakan kita,” ujar Zulhas dalam Agri Food Summit 2025 di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Kamis (16/10).
Forum tersebut digelar bertepatan dengan Hari Pangan Dunia, mengusung tema “Menata Jalan Indonesia Menuju Lumbung Pangan Dunia”. Acara ini menjadi wadah strategis lintas sektor melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan mitra internasional untuk memperkuat kemandirian serta ketahanan pangan nasional.
Zulhas menegaskan, pembenahan kebijakan pangan kini menjadi perhatian serius Presiden Prabowo Subianto. Ia menyoroti arah kebijakan 28 tahun terakhir yang dinilai belum sepenuhnya berpihak pada penguatan produksi nasional.
“Selama hampir tiga dekade reformasi, arah kebijakan pangan kita perlu diluruskan. Negara harus kuat. Dulu masa Orde Baru kita dijuluki macan Asia, kini kita tertinggal. Untuk bangkit, negara harus berdaulat di bidang pangan,” tegasnya.
Zulhas menilai, sektor pangan bukan sekadar urusan produksi, tetapi menyangkut ketahanan nasional dan kesejahteraan rakyat. Dengan memperkuat produksi padi, jagung, ikan, dan daging, pemerintah diyakini mampu menekan angka kemiskinan serta memperkokoh fondasi ekonomi rakyat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hasil pembenahan mulai menunjukkan arah positif. Produksi beras nasional tahun ini mencapai 33,19 juta ton, naik 12,62 persen dibanding tahun lalu. Produksi jagung pun meningkat 8,26 persen menjadi 14,54 juta ton.
“Kalau produksi naik dan impor tak lagi dilakukan, artinya kita sudah mencapai kategori surplus. Dalam definisi swasembada, impor 10 persen masih dianggap mandiri. Sekarang, impor sudah nihil bahkan kita surplus,” jelas Zulhas.
Dengan capaian tersebut, ia menegaskan bahwa Indonesia kini telah memasuki era swasembada beras. Namun, ia juga mengingatkan bahwa tantangan berikutnya adalah memastikan hasil produksi dapat dijangkau rakyat dengan harga wajar dan stabil.
“Pangan adalah hak asasi setiap warga negara hak untuk mendapatkan makanan sehat, bergizi, dan terjangkau. Jika produksi cukup dan harga terjaga, maka kita berada di jalur yang benar menuju kedaulatan pangan,” pungkasnya.