Depok_HARIANESIA.COM_ 07 Oktober 2025 _ Dugaan praktik penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite mencuat di SPBU 34.164.08, Kota Depok.
Investigasi awak media menemukan adanya aktivitas pengisian berulang dalam waktu singkat oleh sejumlah pengendara motor Suzuki standar, yang diduga kuat melakukan penampungan Pertalite untuk dijual kembali.
Namun, ketika awak media mencoba melakukan konfirmasi langsung kepada pihak pengawas SPBU, justru terjadi tindakan intimidatif. Pengawas SPBU tersebut bukan hanya meminta identitas awak media, tetapi juga memotret kartu tanda pengenal dengan alasan dokumentasi internal.
Padahal, dokumentasi kegiatan sudah dilakukan oleh pegawai SPBU lainnya. Tindakan ini dinilai tidak etis dan berpotensi melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang menjamin kebebasan dan perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas peliputan.
Dugaan keterlibatan pihak SPBU semakin menguat, lantaran pengisian berulang dilakukan dua kali dalam waktu kurang dari 10 menit, tanpa adanya teguran atau larangan dari petugas SPBU. Hal ini mengindikasikan adanya potensi kerja sama antara petugas SPBU dengan oknum pelaku penimbunan.
1. Penyalahgunaan BBM Bersubsidi
Melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 (Omnibus Law Cipta Kerja),
dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.
2. Intimidasi terhadap Wartawan
Melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,
yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana hingga 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Dihubungi terpisah, praktisi hukum Andi Faisal, SH, MH, menilai bahwa kejadian ini tidak bisa dianggap sepele.
“Ada dua aspek pelanggaran sekaligus di sini. Pertama, dugaan penyelewengan BBM bersubsidi yang jelas-jelas merugikan negara. Kedua, adanya tindakan intimidasi terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik. Keduanya punya konsekuensi hukum serius,” tegas Andi Faisal.
Ia menambahkan, aparat penegak hukum seharusnya tidak menunggu viral di media sosial untuk bertindak.
“Kalau benar ditemukan bukti transaksi pengisian berulang dan ada indikasi kerja sama dengan petugas SPBU, itu sudah cukup untuk dilakukan penyelidikan. Begitu juga dengan tindakan intimidasi, itu pelanggaran terhadap kebebasan pers,” ujarnya.