DEPOK_HARIANESIA.COM_ Kasus dugaan pelanggaran perizinan dan pelanggaran berat Garis Sempadan Sungai (GSS) oleh bangunan Resto Majestic Damar Langit di Kecamatan Cimanggis telah berubah dari sekadar persoalan administrasi menjadi skandal pembiaran terstruktur. Fakta di lapangan menunjukkan, hukum dan Perda di Kota Depok dipermainkan secara terang-terangan.
Staf DPMPTSP wilayah Cimanggis secara terbuka mengakui telah berkali-kali mengirim surat teguran, bahkan melakukan mediasi langsung, namun seluruh upaya tersebut mentah tanpa hasil. Teguran hanya menjadi arsip, sementara bangunan ilegal tetap berdiri kokoh.
“Kami sudah lelah mengirim surat teguran,” ungkap staf DPMPTSP kepada awak media.
Alih-alih bertindak tegas, Kepala Bidang Perizinan, Maryadi, justru melempar tanggung jawab dengan alasan akan menelusuri berkas lama, bahkan menyebut mantan pegawai perizinan yang telah meninggal dunia.
Pernyataan tersebut dinilai absurd dan menyesatkan.
“Ini bukan negara kertas! Semua sistem perizinan sudah digital. Alasan berkas lama hanya kamuflase untuk memperlambat dan melindungi pelanggaran,” tegas Zefferi, Aktivis Matahari Indonesia.
Zefferi menegaskan, persoalan ini sudah selesai di level regulasi. Fakta pelanggaran GSS tidak membutuhkan kajian ulang. Aturan jelas, bangunan nyata melanggar, dan sanksi sudah diatur.
Lebih mencengangkan, Zefferi membeberkan bahwa Dinas Perizinan sebelumnya telah mengirim surat somasi kepada Satpol PP agar segera menyegel atau membongkar bangunan yang melanggar GSS. Namun hingga kini, Satpol PP Kota Depok justru membisu dan tak bertaji.
“Kalau Satpol PP tidak bertindak, patut diduga ada tekanan kekuasaan. Penegak Perda tapi takut menegakkan Perda — ini ironi memalukan,” kecamnya.
Isu ini makin panas setelah mencuat dugaan kuat adanya beking politik dari oknum anggota DPRD Partai Gerindra. Zefferi menyebut, wakil rakyat yang seharusnya menjaga marwah regulasi justru diduga menjadi tameng pelanggaran hukum.
“Ini kejahatan etis dan politik. Wakil rakyat yang ikut mengesahkan Perda malah diduga melindungi bangunan yang menabrak Perda. Kalau ini dibiarkan, Depok bukan lagi kota hukum, tapi kota kompromi,” tandasnya.
Aktivis Matahari menegaskan, apabila Pemkot Depok dan Satpol PP tetap bungkam, maka pihaknya akan:
Melaporkan kasus ini ke Inspektorat, Ombudsman RI, dan Kejaksaan
Membuka identitas oknum yang diduga membekingi
Menggugat Pemkot Depok secara terbuka atas pembiaran pelanggaran lingkungan
Hingga berita ini diterbitkan, Satpol PP, Wali Kota Depok, dan DPRD Kota Depok belum memberikan klarifikasi resmi. Publik pun kini bertanya lantang:
Apakah Perda hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara pemilik modal dan oknum penguasa kebal hukum? (Tim)




















