Bandung_HARIANESIA.COM_Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) berhasil mengungkap kasus korupsi dana bantuan pemerintah yang semestinya ditujukan untuk Kelompok Wirausaha Baru (KWU) masyarakat terdampak Covid-19 di Karawang. Akibat ulah para pelaku, negara sempat dirugikan hingga Rp1,99 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan S.I.K., M.H., menegaskan pengungkapan ini bermula dari laporan pada 1 Agustus 2023. Setelah penyelidikan intensif, tujuh pengurus Gabungan Kelompok Tani Mekar Tani Bumi (GKTMTB) ditetapkan sebagai tersangka.
“Para tersangka membuat dokumen usulan fiktif untuk meraup dana bantuan pemerintah. Mereka memalsukan data, menipu masyarakat petani, hingga menguasai uang bantuan hampir dua miliar rupiah,” tegas Hendra dalam keterangan pers, Kamis (11/9/2025).
Tersangka utama berinisial N, selaku Sekjen GKTMTB, menjadi otak pengajuan dana ke Kementerian Ketenagakerjaan RI. Ia memerintahkan pengurus lain untuk memalsukan data kelompok penerima, lalu mengumpulkan hasil pencairan dari 50 kelompok fiktif. Uang bantuan yang seharusnya menopang wirausaha rakyat justru dialihkan demi kepentingan pribadi, mulai dari disimpan tunai hingga dipakai membeli traktor.
Enam tersangka lain berinisial A.A.A., M.Y., A, B, E, dan M.D. juga terlibat aktif, mulai dari menarik dana hingga membuat laporan pertanggungjawaban palsu serta mengurus surat keterangan fiktif dari desa.
Untuk memperkuat bukti, Polda Jabar telah memeriksa 131 saksi dan menghadirkan tiga ahli, yaitu ahli audit keuangan BPKP, ahli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, serta ahli dari Kementerian Ketenagakerjaan. Sejumlah barang bukti turut diamankan, antara lain dokumen pengajuan KWU, rekening koran, laptop, traktor bajak, uang tunai Rp300 juta, hingga bukti pembelian.
Hendra menegaskan, tindakan para tersangka jelas melanggar Permenaker Nomor 5 Tahun 2020 tentang penyaluran bantuan pemerintah, serta Surat Keputusan Dirjen Binapenta dan PKK Tahun 2020.
“Bantuan wirausaha ini seharusnya menjadi jalan keluar masyarakat untuk bangkit dari dampak pandemi. Namun, oleh para tersangka diselewengkan demi memperkaya diri sendiri. Penegakan hukum ini menjadi bukti komitmen kami melindungi hak rakyat,” ujar Hendra.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam hukuman seumur hidup atau pidana minimal 4 tahun hingga 20 tahun penjara, serta denda maksimal Rp1 miliar.