Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
InvestigasiTNI-POLRI

Pimred AF Kecam Kekerasan Yang Menimpa Ambarita : “Kekerasan Tidak Boleh Jadi Senjata Membungkam KEBENARAN”

37
×

Pimred AF Kecam Kekerasan Yang Menimpa Ambarita : “Kekerasan Tidak Boleh Jadi Senjata Membungkam KEBENARAN”

Sebarkan artikel ini
Eva Andriyani Pemred AF "Kekerasan Jangan Jadi Senjata Bungkam Kebenaran" Minggu (28/9/2025)
Eva Andriyani Pemred AF "Kekerasan Jangan Jadi Senjata Bungkam Kebenaran" Minggu (28/9/2025)
Banner Iklan Harianesia 468x60

Jakarta – Eva Andriyani Pemimpin Redaksi Anekafakta.com mengecam aksi kekerasan terhadap D.Parulian Ambarita jurnalis media online di Bekasi.
Eva menilai kekerasan terhadap jurnalis merupakan ancaman nyata terhadap kebebasan pers,
Dirinya juga menuntut penegak hukum mengusut dan mengadili pelaku kekerasan hal ini disampaikanya Minggu (28/9/2028).

E’ma demikian ia biasa disapa oleh kalangan wartawan Kota Tangerang ini menegaskan, “kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya terjadi kali ini saja. kekerasan demi kekerasan sering kali terjadi terhadap jurnalis juga menimpa saat meliput aksi demonstrasi, tetapi juga dalam bentuk intimidasi dan serangan digital terhadap situs berita dan akun media sosial.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Eva mendorong upaya aparat penegak hukum segera jalani tugasnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat dalam Kasus kekerasan yang menimpa Jurnalis Ambarita yang sedang melakukan investigasi terkait dugaan peredaran makanan kedaluwarsa terjadi di wilayah Desa Mangunjaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Jumat (26/9/2025).

Baca Juga :  Plt. Kapolres Boyolali Pimpin Upacara Tabur Bunga Peringatan Hari Pahlawan di TMP Ratna Negara Boyolali

Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 15.30 WIB. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Ambarita tiba di lokasi untuk melakukan peliputan dan mulai mendokumentasikan situasi dengan mengambil video serta foto sebagai bahan investigasi.

Namun, secara mendadak beberapa orang yang berada di tempat tersebut memojokkan dirinya. Ambarita bukan hanya mengalami intimidasi, tetapi juga menjadi korban pengeroyokan. Dalam insiden itu, telepon genggam miliknya dirampas, mengakibatkan seluruh data liputan dan dokumentasi yang tersimpan di dalam perangkat tersebut hilang.

Tak berhenti di situ, aksi perundungan terhadap Ambarita juga terjadi. Sejumlah bukti foto memperlihatkan kondisi fisiknya yang mengalami luka akibat pengeroyokan tersebut. Ia mengalami bengkak pada bagian mata dan harus mendapatkan perawatan medis.

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 secara tegas menjamin kemerdekaan pers. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh organisasi jurnalis, pegiat media, dan masyarakat sipil untuk bersatu melawan segala bentuk kekerasan yang mengancam kebebasan pers.

Baca Juga :  Mantan Cawagub Banten Marissa Haque Meninggal Dunia Pagi Ini

Ia berharap kasus yang menimpa Ambarita dan semua jurnalis Indonesia yang berjuang di garis depan tidak kembali terulang.
Kekerasan tidak boleh menjadi senjata untuk membungkam kebenaran,” tandasnya.

Peristiwa pengeroyokan dan perampasan alat kerja yang dialami Jurnalis Ambarita memiliki implikasi hukum yang serius. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan para pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal, antara lain:

– Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun.

– Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, dengan ancaman pidana penjara hingga 7 tahun.

– Pasal 365 KUHP tentang perampasan atau pencurian dengan kekerasan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 9 tahun.

Baca Juga :  Menkum Supratman Tegaskan ke Pimpinan Kemenkum untuk Jaga Amanah dan Integritas

Selain itu, kasus ini juga berkaitan erat dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 8 UU Pers disebutkan bahwa “Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.” Artinya, segala bentuk intimidasi, kekerasan, maupun perampasan alat kerja jurnalis dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kemerdekaan pers.

Eva juga menegaskan, setiap tindakan yang menghalangi kerja jurnalistik dapat dijerat dengan Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang menyatakan:
“Barang siapa yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”

Dengan demikian, para pelaku bukan hanya dapat diproses melalui KUHP, tetapi juga melalui UU Pers sebagai lex specialis yang memberikan jaminan perlindungan khusus bagi wartawan.**

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600