Jakarta_KUHAP baru mengatur pendekatan keadilan restoratif terhadap penyalah guna atau pengguna narkotika secara tidak sah, mecerminkan negara lepas tangan dan membiarkan penyalah guna untuk berjuang sendiri melawan sakit adiksi kecanduan narkotika, setelah babak belur dalam proses penyidikan atau penuntutan baru kemudian direstoratif. Aneh nya ! Siapa korbannya kok di restorative justice ? Lantas siapa pelakunya yang memulihkan
Keadilan Restoratif yang sekarang diatur dalam KUHAP, bagi kejahatan yang ada korban kejahatannya, tidak bagi kejahatan tanpa korban seperti kejahatan narkotika, dimana korbannya adalah penderita sakit adiksi kecanduan narkotika yang dikriminalkan sebagai penyalah guna
Secara khusus UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur pendekatan Keadilan Rehabilitatif, menekankan pentingnya rehabilitasi sebagai langkah preventif maupun langkah represif karena penyalah guna secara medis adalah penderita sakit adiksi/ketergantungan narkotika. Rehabilitasi berdasarkan UU narkotika bukan sekedar proses medis dan sosial guna menyembuhkan sakit yang diderita penyalah guna narkotika tapi rehabilitasi adalah langkah strategis untuk menanggulangi masalah peredaran gelap narkotika
Sinkronisasi KUHP dan KUHAP dimana kejahatan narkotika dirumuskan dengan unsur perbuatan melanggar hukum layaknya UU pidana sebagaimana diatur pasal 609 UU no 1 tahun 2023 KUHP dengan KUHAP baru, justru ambigu, penyalah guna dipidana atau direhabilitasi. Apakah setelah disinkronkan KUHP baru dan KUHAP baru penyalah guna akan dihukum rehabilitasi ? Tidak !
Catatan pentingnya: Mengapa pembuat UU (Pemerintah dan DPR) mensinkronkan kejahatan narkotika kedalam KUHP ? Kejahatan lain masih mungkin disinkronkan, tetapi kejahatan narkotika sulit disinkronkan kecuali pembuat UU merumuskan kejahatan narkotika sesuai hukum narkotika, dan rehabilitasi masuk struktur pidana.
Oleh : Komjen Pol (Purn) Dr.Anang Iskandar, S. I. K., SH., MH




















