Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Politik

Ketua DPC GMNI Jakarta Selatan, Dendy, Dalam Diskusi Menegaskan : Presiden Harus Berani Ambil Langkah Tegas Dengan Mencopot Kapolri Listyo Sigit

×

Ketua DPC GMNI Jakarta Selatan, Dendy, Dalam Diskusi Menegaskan : Presiden Harus Berani Ambil Langkah Tegas Dengan Mencopot Kapolri Listyo Sigit

Sebarkan artikel ini
Banner Iklan Harianesia 468x60

Jakarta, 2 Oktober 2025 – Diskusi pra-Konferensi Cabang (Konfercab) Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Jakarta Selatan yang digelar di sekretariatnya pada Rabu (2/10) menyoroti kegagalan reformasi kepolisian di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Dalam diskusi bertajuk “Reformasi Kepolisian: Menegakkan Kembali Supremasi Sipil atau Mempertahankan Kekuasaan”, para pemateri sepakat bahwa institusi Polri saat ini semakin jauh dari cita-cita reformasi, bahkan cenderung menjadi alat status quo yang berpihak pada modal dan kekuasaan.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Antonius Danar dari Strategi Institute, pengamat politik Ray Rangkuti, Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran Prof. Muradi, serta Romo Setyo dari Gerakan Nurani Bangsa.

Acara dipandu oleh Lotfy Konyora, kader GMNI Jaksel.
Habitus KKN dalam Kepolisian
Dalam paparannya, Romo Setyo menilai reformasi kepolisian tidak bisa hanya dilakukan di level teknis.

Menurutnya, korupsi, kolusi, dan nepotisme sudah menjadi habitus dalam tubuh Polri yang hanya bisa berubah melalui “paksaan sejarah” dan perubahan paradigma besar.

Baca Juga :  AHY Tegaskan Dukungan Penuh untuk Prabowo : Siap Amankan Transisi Kepemimpinan dan Wujudkan Visi Indonesia Maju

“Yang esensial dari reformasi kepolisian harus dilihat dari aspek kultural dan struktural. Habitus KKN sudah mengakar. Perubahan tidak bisa sekadar administratif, melainkan harus melalui tekanan sejarah dan revolusi pemikiran,” ujarnya.

Empat Gelombang Krisis
Sementara itu, Prof. Muradi menilai kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit sudah berulang kali diuji melalui empat gelombang krisis besar: kasus Sambo, tragedi Kanjuruhan, kasus narkoba Teddy Minahasa, serta kematian seorang pengemudi ojek online.

“Empat gelombang krisis itu seharusnya menjadi pelajaran bahwa masalah kepolisian bukan sekadar oknum, melainkan struktural.

Persoalan pengawasan masih lemah, Kompolnas tidak memiliki kekuatan yang memadai,” tegas Muradi.
Ia mengusulkan pembatasan jabatan Kapolri maksimal tiga tahun, memperkuat Kompolnas dengan kewenangan nyata, serta membatasi peran polisi aktif di jabatan sipil.
DPR dan Utang Budi Politik
Ray Rangkuti menyoroti lemahnya desain institusional kepolisian dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Baca Juga :  Kemenkum Umumkan Hasil Kajian Dualisme Kepemimpinan PMI

Ia menilai mekanisme fit and proper test di DPR justru menghasilkan pimpinan Polri yang memiliki banyak utang budi politik.

“Reformasi kepolisian harus dimulai dengan mencopot Kapolri. Selama empat tahun terakhir, citra Polri makin terpuruk, bahkan muncul narasi ‘Parcok’ terkait dugaan keterlibatan polisi dalam pemilu dan pilkada,” kata Ray.

Ia juga mengecam kriminalisasi terhadap lebih dari 900 aktivis yang terjadi beberapa waktu lalu. “Bagi polisi, aktivis lebih berbahaya dari koruptor.

Ini menunjukkan keberpihakan Polri bukan pada rakyat, melainkan pada penguasa dan kapital,” tegasnya.

“Hanya Ada Tiga Polisi Baik”
Antonius Danar menekankan bahwa reformasi kepolisian harus dimulai dari perubahan kultural.

Ia mengutip pernyataan Gus Dur yang menyebut hanya ada tiga polisi baik: “Polisi Tidur, Jenderal Hoegeng, dan Patung Polisi.”
Menurutnya, faksionalisme dalam tubuh Polri semakin memperburuk situasi.

Baca Juga :  GEMIRA: Ketua Harian Gerindra Muslim Taat, Tak Mungkin Terlibat Bisnis Haram

“Munculnya Tim Reformasi Kepolisian dari internal bukanlah solusi, melainkan kudeta halus yang justru memperkuat status quo,” ungkapnya.

Sikap GMNI Jakarta Selatan
Ketua DPC GMNI Jakarta Selatan, Dendy, menegaskan bahwa Presiden harus berani mengambil langkah tegas dengan mencopot Kapolri Listyo Sigit.

Ia menilai kepolisian di bawah Sigit telah menjadi institusi yang berpihak pada modal, bahkan ikut mengkriminalisasi aktivis demokrasi dan pejuang agraria.

“Dalam konteks gerakan, kita harus menghajar musuh satu per satu. Demokrasi harus direbut, termasuk dengan menghukum para pelaku pelanggaran hukum di tubuh kepolisian, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun. Nepal menjadi contoh bahwa perubahan hanya bisa terjadi dengan keberanian menghukum aparat,” ujar Dendy.

Menurutnya, keberhasilan aparat hari ini hanya sebatas menangkap aktivis dan melindungi kepentingan kapital.

Karena itu, GMNI Jaksel menegaskan bahwa reformasi kepolisian adalah kebutuhan mendesak untuk menegakkan kembali supremasi sipil di atas dominasi aparat.**

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600