Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Hukum

JAM-Pidum Setujui 9 Restorative Justice, Kasus Pengancaman di Majene Ikut Dihentikan: Publik Pertanyakan Konsistensi Penegakan Hukum

8
×

JAM-Pidum Setujui 9 Restorative Justice, Kasus Pengancaman di Majene Ikut Dihentikan: Publik Pertanyakan Konsistensi Penegakan Hukum

Sebarkan artikel ini
Banner Iklan Harianesia 468x60

JAKARTA_HARIANESIA.COM_ Kejaksaan Agung kembali menyetujui penghentian penuntutan terhadap sembilan perkara pidana melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Salah satu kasus yang menuai sorotan adalah perkara dugaan pengancaman di Majene, Sulawesi Barat.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual pada Senin, 25 Agustus 2025, yang memutuskan penghentian penuntutan terhadap Tersangka Risno Pirwandi alias Suang bin Sukuria. Risno didakwa melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang pengancaman setelah kedapatan mengacungkan parang kepada warga dalam kondisi emosi.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Kendati tindakannya nyata-nyata menimbulkan rasa takut dan ancaman nyata, Kejaksaan Negeri Majene justru menginisiasi penghentian perkara dengan alasan perdamaian telah tercapai. Alasan lain: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, belum pernah dihukum, dan berjanji tidak akan mengulangi.

Baca Juga :  Kader Gerindra Memarahi Wartawan di Muka Umum

Padahal, tindak pengancaman menggunakan senjata tajam bukan perkara sepele. Publik pun bertanya: apakah mekanisme restorative justice tidak berisiko membuka celah bagi pelaku tindak pidana untuk lolos dari jerat hukum hanya dengan dalih perdamaian?

Persetujuan penghentian perkara ini, setelah diajukan Kejari Majene ke Kejati Sulawesi Barat hingga akhirnya diketok JAM-Pidum, kian menegaskan bahwa arah kebijakan hukum Kejaksaan Agung cenderung mengedepankan penyelesaian damai ketimbang proses hukum formal.

Baca Juga :  Diduga mengantuk dan hindari sepeda motor, Truk dump muat pasir terguling

Selain kasus di Majene, delapan perkara lain juga dihentikan melalui RJ, antara lain kasus penggelapan, pencurian, perusakan, hingga perkara perlindungan anak. Semua dengan dalih perdamaian, ancaman pidana di bawah lima tahun, dan pertimbangan sosiologis.

Namun, tak sedikit pihak yang menilai alasan tersebut terlalu longgar. Pasalnya, restorative justice dikhawatirkan justru melemahkan efek jera bagi pelaku tindak pidana, dan menimbulkan ketidakadilan bagi korban maupun masyarakat yang berharap pada tegaknya supremasi hukum.

Baca Juga :  Sehari Dicari, Seorang Kakek Ditemukan Meninggal Dunia di Jurang, Polisi Evakuasi Korban

Dengan kondisi ini, publik berhak mempertanyakan konsistensi Kejaksaan: apakah RJ benar-benar untuk kepentingan keadilan, ataukah sebatas jalan pintas yang justru mengikis wibawa hukum?

JAM-Pidum menegaskan bahwa setiap penghentian penuntutan melalui RJ telah sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 serta Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. Namun pada praktiknya, keputusan tersebut tetap menyisakan tanda tanya besar: apakah hukum masih tegas untuk melindungi masyarakat, atau kian tumpul di hadapan pelaku dengan dalih perdamaian?

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600