Depok_HARIANESIA.COM_19 November 2025_ Dugaan ketidakberesan proyek drainase Pokmas di RT 03 RW 04, Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos, Kota Depok, kembali menyeruak dan menempatkan Lurah Cilangkap, Galih Catur, dalam sorotan tajam. Proyek senilai Rp106.368.000 dari APBD 2025 itu bukan hanya dipertanyakan kualitasnya, tetapi juga mempertontonkan lemahnya kontrol pejabat kelurahan.
Proyek ini sebelumnya sudah mencuat nasional setelah temuan lantai dasar drainase hanya 2 cm, jauh di bawah standar. Dua pemberitaan sebelumnya “Proyek Drainase Cilangkap Diduga Asal Jadi” (17 November 2025) dan “Lurah Cilangkap dan Camat Tapos Diduga Tutup Mata” (18 November 2025) menjadi pemantik desakan publik agar pejabat kelurahan angkat bicara secara transparan.
Namun hingga hari ini, jawaban Lurah Cilangkap justru semakin memperkuat dugaan bahwa pengawasan berjalan di titik terlemah.
Percakapan WhatsApp Ungkap Sikap Defensif dan Respons Lamban
Wartawan berulang kali menanyakan tindakan tegas apa yang diambil terkait pelaksanaan proyek drainase yang dibiayai uang rakyat. Pertanyaan tersebut tidak langsung dijawab oleh Lurah Galih, bahkan setelah diingatkan bahwa informasi dibutuhkan untuk keberimbangan pemberitaan.
Setelah ditekan berulang-ulang, barulah Lurah memberikan penjelasan yang menyebut:
Ia baru mengecek proyek bersama Camat Tapos.
Mengklaim pekerjaan sudah sesuai spesifikasi.
Memberi teguran ringan kepada Pokmas.
Menyatakan pekerjaan belum selesai saat temuan awal dipublikasikan.
Namun pernyataan ini tidak hanya terkesan terburu-buru tetapi juga kontradiktif.
Bagaimana mungkin pekerjaan disebut “sesuai spesifikasi” bila temuan ketebalan hanya 2 cm terjadi saat proses pengerjaan masih berlangsung? Jika benar diawasi, seharusnya penyimpangan itu tidak pernah lolos sejak awal.
Tanggapan Wartawan: “Ini Anggaran Publik, Bukan Lapangan Latihan untuk Kelalaian”
Wartawan menegaskan bahwa alasan lurah justru memperlihatkan rapuhnya sistem kontrol.
“Klaim ‘sesuai spesifikasi’ bertolak belakang dengan temuan lapangan. Teguran setelah ramai diberitakan bukan tindakan tegas, itu reaksi terlambat. Ini anggaran publik, bukan ruang latihan bagi kelalaian,” tegas wartawan dalam percakapan tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, Lurah Cilangkap tidak memberikan jawaban lanjutan, sekalipun ia sudah diminta memperjelas pernyataannya yang masih menggantung.
Diamnya Lurah Makin Memperkuat Dugaan Pembiaran Respons yang terlambat, jawaban normatif, serta ketidaktegasan tindakan di lapangan memperkuat kecurigaan publik bahwa:
Pengawasan kelurahan hanya bersifat formalitas.
Lurah seakan hanya menunggu kritik publik baru bertindak.
Klaim “sudah sesuai spesifikasi” berpotensi menjadi tameng untuk menutupi kelemahan pengawasan.
Koordinasi dengan kecamatan diduga hanya untuk membangun kesan respons cepat, bukan menyelesaikan persoalan pokok.
Sebagai TPK (Tim Pelaksana Kegiatan), Lurah bertanggung jawab langsung terhadap kualitas pekerjaan. Namun jawaban yang diberikan justru menempatkannya sebagai pejabat yang tidak memahami kondisi lapangan atau enggan mengakui kesalahan pengawasan.
Arah Polemik: Warga Minta Akuntabilitas, Bukan Klarifikasi yang Mengambang. Publik kini menuntut lebih dari sekadar pesan singkat yang penuh alasan.
Yang dibutuhkan adalah: Penjelasan teknis lengkap dan dapat diverifikasi. Tindakan tegas terhadap Pokmas yang diduga bekerja asal-asalan.
Pengawasan aktif, bukan sekadar menunggu laporan wartawan. Transparansi anggaran proyek yang menggunakan APBD.
Jika sampai hari-hari berikutnya Lurah tidak mampu memberikan data teknis dan langkah konkret, maka wajar apabila publik menilai bahwa:
Proyek drainase ini bukan hanya bermasalah dari sisi fisik, tetapi juga menjadi bukti nyata gagalnya kepemimpinan di tingkat kelurahan.(HR)




















