Depok, Harianesia.com – Selasa 16 September 2025, Ironi hukum justru lahir dari tubuh institusi yang mestinya menegakkan aturan. Agus, Kabid Tranmastibum Pamwal Satpol PP Kota Depok, kedapatan menggunakan mobil dinas dengan pelat hitam, padahal kendaraan tersebut wajib memakai pelat merah sebagai identitas resmi aset negara.
Hasil penelusuran di lapangan menunjukkan nomor kendaraan tetap sama, hanya warna pelat yang diubah. Praktik akal-akalan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi juga indikasi penyalahgunaan fasilitas negara. Lebih parah lagi, dilakukan oleh pejabat Satpol PP lembaga yang semestinya menertibkan pelanggaran serupa di masyarakat.
Diamnya Pimpinan, Timbulkan Tanda Tanya
Upaya konfirmasi kepada Kepala Satpol PP Kota Depok, Dede Hidayat, berujung buntu. Pesan singkat yang dikirim awak media tidak berbalas, malah diarahkan untuk menanyakan langsung kepada Agus. Sikap bungkam ini justru menguatkan dugaan adanya pembiaran di internal Satpol PP.
Apakah ada perlindungan sistematis terhadap pejabat yang jelas-jelas melanggar aturan? Atau Satpol PP Depok kini bermain di dua kaki: menertibkan rakyat kecil, tapi menutup mata atas pelanggaran di tubuhnya sendiri?
Payung Hukum yang Dilanggar
Tindakan mengganti pelat kendaraan dinas bukan hal sepele. Beberapa aturan jelas mengikat:
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Pasal 280: penggunaan TNKB tidak sesuai ketentuan dapat dipidana 2 bulan kurungan atau denda Rp500 ribu.
Pasal 287 ayat (1): penggunaan pelat tidak sesuai aturan adalah pelanggaran hukum.
Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah: kendaraan dinas adalah aset negara, mengubah statusnya tanpa prosedur resmi dapat dikategorikan penyalahgunaan aset negara.
Pandangan Praktisi Hukum
Praktisi hukum menegaskan tindakan ini tidak bisa dipandang enteng.
“Mengganti pelat merah menjadi hitam adalah bentuk penyalahgunaan fasilitas negara sekaligus pelanggaran hukum. Ironis jika dilakukan pejabat Satpol PP. Kalau dibiarkan, ini preseden buruk dan akan meruntuhkan kepercayaan publik pada institusi penegak perda,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi, Agus berdalih bahwa penggunaan pelat hitam dilakukan atas perintah Kasatpol PP dan arahan Kapolres Metro Depok. Alasannya: untuk menghindari “hal-hal yang tidak diinginkan” di tengah maraknya aksi demo.
Namun ketika wartawan mencoba meminta klarifikasi kepada Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Abdul Waras, jawaban tak kunjung datang hingga berita ini ditayangkan. Diamnya pihak kepolisian menambah tebal awan kecurigaan: apakah benar ada “restu” aparat hukum, atau sekadar tameng untuk menutupi pelanggaran?
Publik Menuntut Ketegasan: Kasus ini bukan perkara kecil, melainkan ujian serius bagi Satpol PP dan aparat hukum. Apakah hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas? Atau justru berani membuktikan diri adil tanpa pandang bulu?
Publik menunggu langkah nyata bukan sekadar klarifikasi, tapi tindakan tegas. Sebab, jika pejabat penegak perda bisa dengan enteng mengakali aturan, lalu apa bedanya hukum dengan permainan?