Aliansi Masyarakat Anti Intoleran Indonesia menyampaikan pernyataan sikap tegas menanggapi maraknya tindakan intoleransi yang terjadi belakangan ini, khususnya insiden penyerangan tempat ibadah umat Kristen di Padang Sarai, Sumatera Barat, pada Minggu, 27 Juli 2025. Dalam pernyataannya, aliansi ini menilai aksi tersebut sebagai tindakan paling biadab dan tidak manusiawi.
Dalam pernyataan tertulis yang dirilis di Jakarta, Aliansi mengecam keras serangkaian peristiwa intoleran yang telah terjadi sebelumnya di berbagai daerah, seperti Indragiri Hulu, Cidahu Sukabumi, GBKP Depok, dan GBKP Batam. Menurut mereka, rangkaian kejadian ini merupakan sinyal kuat adanya kelompok tertentu yang ingin merusak persatuan bangsa dan menggoyahkan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang telah lama menjadi fondasi kekuatan Indonesia.
Aliansi menyatakan bahwa tindakan intoleransi tidak hanya melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan konstitusi negara, namun juga mengancam keutuhan NKRI. Mereka menegaskan pentingnya peran semua pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat sipil dalam menjaga toleransi dan kebebasan beragama sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, UU HAM, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Desakan dan Tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto
Melalui pernyataan tersebut, Aliansi Masyarakat Anti Intoleran Indonesia menyampaikan sejumlah tuntutan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto:
1. Mencopot Menteri Agama RI, karena dinilai gagal menjaga kerukunan antarumat beragama.
2. Mencopot Menteri HAM, Natalius Pigai, karena dianggap tidak mampu menjembatani kepentingan masyarakat dalam penegakan hak asasi manusia.
3. Mencopot Kapolri dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap jajarannya yang dianggap lalai dalam menangani kelompok intoleran.
4. Mencopot Kapolda dan Kapolres yang tidak mampu menjamin kebebasan beragama di wilayah hukumnya masing-masing.
5. Membentuk tim khusus yang siap siaga memerangi kelompok intoleran di Indonesia.
6. Mencabut Peraturan SKB 2 Menteri serta menggantinya dengan Peraturan Presiden (Perpres) yang menjamin kebebasan beragama dan pembentukan badan penjaga kerukunan antarumat beragama.
7. Segera turun langsung menemui para korban intoleransi dan memberikan perlindungan serta pendampingan psikologis bagi anak-anak korban peristiwa tersebut.
8. Menjamin perlindungan hukum terhadap warga negara yang menjalankan ibadah secara sah, termasuk di rumah, ruko, atau tempat non-gedung gereja lainnya, sebagaimana diperkenankan dalam SKB 2 Menteri Pasal 3.
9.
Pernyataan ini ditandatangani oleh sejumlah tokoh dari berbagai organisasi dan komunitas, antara lain:
• Monisya Hutabarat, S.Sos, Ketua Umum Seknas Indonesia Maju
• Jonggi Hutabarat, Ketua DKI Seknas Indonesia Maju
• Lamsiang Sitompul, S.H., M.H, Ketua Umum Horas Bangso Batak
• Ranto Tambunan, Ketua DPD DKI Horas Bangso Batak
• Gus Sholeh, Komunitas Agama Cinta
• Andreas Benaya Rehiary dan Novalando, Gerakan Perjuangan Masyarakat Pluralisme (GPMP)
• Oscar Pendong, Ketua Umum GRPB Indonesia
• Fredi Moses Ulemlem, S.H., M.H, Aktivis dan Praktisi Hukum
• Baney Birowo, Indonesia Peduli
• Albert Timothy, Ketua Umum Nyalahkan Indonesia Hebat
• Bram, Kompera
• Aldi, Gerakan Jaga Indonesia
• Butje B Siwu, Himpunan Warga Gereja Indonesia (HAGAI)
Pernyataan ini menjadi peringatan keras bahwa masyarakat sipil tidak akan tinggal diam menghadapi kelompok-kelompok intoleran yang mengoyak kerukunan umat beragama.
Mereka juga menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah terhadap kekuatan intoleransi dan harus menunjukkan kehadiran dan ketegasan dalam melindungi setiap warganya. (Tim/Red)