Jakarta, 5 November 2025,-Dalam semangat memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97, Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) se-Nasional menyatakan sikap tegas menolak wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto.
Penolakan ini didasari oleh pandangan historis, ideologis, dan konstitusional bahwa langkah tersebut merupakan pengkhianatan terhadap semangat Sumpah Pemuda, nilai-nilai Marhaenisme dan Pancasila, amanat UUD 1945, serta cita-cita luhur Revolusi 17 Agustus 1945.
GMNI menilai bahwa rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto bertentangan dengan semangat persatuan yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda 1928. Selama masa kekuasaannya, rezim tersebut menerapkan politik “divide et impera” yang memecah belah bangsa melalui stigmatisasi terhadap kelompok tertentu, termasuk peristiwa pembantaian 1965–1966.
Pemerintahan Orde Baru juga dikenal dengan pembatasan hak berserikat, pembredelan media, serta pembungkaman suara kritis rakyat. Selain itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terstruktur telah menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang tajam, menjauhkan bangsa dari cita-cita persatuan dan keadilan sosial yang diperjuangkan para pemuda 1928.
Secara ideologis, GMNI menilai bahwa pemerintahan Soeharto menyimpang dari jiwa Marhaenisme dan nilai-nilai Pancasila. Pancasila dijadikan alat legitimasi kekuasaan tunggal, sementara pelaksanaannya jauh dari prinsip kemanusiaan, keadilan sosial, dan kerakyatan. Kebijakan ekonomi yang berpihak pada konglomerat dan elite kekuasaan telah menyingkirkan kaum Marhaen—buruh, tani, dan rakyat kecil—dari akses terhadap kesejahteraan.
Lebih dari itu, rezim Orde Baru juga meninggalkan jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat seperti peristiwa 1965, Petrus (penembakan misterius) pada 1980-an, Talangsari 1989, serta kerusuhan Mei 1998.
Dari sisi konstitusi, GMNI menegaskan bahwa pemerintahan Soeharto gagal memenuhi mandat UUD 1945 yang mewajibkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Rezim Orde Baru justru menindas rakyat, memperlebar kesenjangan ekonomi, dan membatasi kebebasan berpikir serta kebebasan akademik.
Bagi GMNI, langkah untuk memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto berarti mengabaikan semangat konstitusi dan mengkhianati tanggung jawab moral terhadap korban penindasan negara.
Lebih jauh, GMNI menilai bahwa wacana tersebut juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat Revolusi 17 Agustus 1945. Revolusi kemerdekaan yang memperjuangkan kedaulatan rakyat dan pembebasan dari segala bentuk penindasan telah diselewengkan melalui kekuasaan yang otoriter, represif, dan sentralistik di era Orde Baru.
Rakyat yang dulu berjuang melawan penjajah justru kembali hidup dalam ketakutan dan ketidakadilan di bawah pemerintahan yang menindas. Struktur ekonomi yang timpang dan kekayaan negara yang dikuasai oleh segelintir elite menunjukkan bentuk baru dari “kolonialisme ekonomi” yang jelas bertentangan dengan cita-cita revolusi.
Atas dasar tersebut, GMNI menuntut pemerintah dan DPR RI untuk menolak dan menghentikan segala bentuk wacana atau usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. GMNI juga menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mempelajari sejarah secara kritis dan menjaga kemurnian semangat Sumpah Pemuda, Pancasila, serta Revolusi 1945.
Selain itu, GMNI mendorong negara untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu sebagai bentuk komitmen terhadap keadilan dan rekonsiliasi, bukan dengan memberikan penghargaan yang justru melukai rasa keadilan korban dan keluarganya.
Kami percaya bahwa menghormati sejarah yang benar merupakan fondasi bagi pembangunan Indonesia yang adil, demokratis, dan beradab.
Penolakan terhadap pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bukanlah bentuk kebencian terhadap individu, melainkan sikap ideologis dalam menjaga integritas moral bangsa dan menghormati nilai-nilai perjuangan yang sesuai cita-cita para founding parents.
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah organisasi mahasiswa yang berasaskan Marhaenisme dan berkomitmen terhadap penegakan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, serta keadilan sosial di Indonesia.
Pernyataan ini didukung oleh berbagai cabang dan daerah GMNI di seluruh Indonesia, termasuk GMNI Jakarta Selatan, GMNI Sikka, GMNI Ciamis, DPD DKI Jakarta, GMNI Ngada, GMNI Jakarta Timur, GMNI Kota Bekasi, GMNI Kefamenanu, GMNI Jakarta Barat, GMNI Jakarta Utara, DPD Lampung, GMNI Morowali, GMNI Buru, GMNI Buol, GMNI Mamasa, GMNI Langkat, GMNI Bangka Belitung, GMNI Kabupaten Serang, DPD GMNI Jawa Timur, GMNI Se-Kalimantan Selatan, GMNI Surabaya, GMNI Sumatera Barat, GMNI Padang, GMNI Probolinggo, GMNI Malang, GMNI Bangkalan, GMNI Jombang, GMNI Kota Tangerang, GMNI Sumut, DPC GMNI Bantaeng, DPC GMNI Bukittinggi, DPC GMNI Sijunjung, DPC GMNI Padang Pariaman, DPC GMNI Lombok Timur, DPC GMNI Pematangsiantar, GMNI Ende, GMNI Kutai Timur, DPC GMNI Mataram, DPC GMNI Cirebon, DPC GMNI Indramayu, DPC GMNI Tanah Datar, DPC GMNI Palembang, DPC GMNI Kota Pariaman, dan DPC GMNI Mojokerto.
Merdeka! GMNI Jaya! Marhaen Menang!




















