Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Edukasi

Akhir Tahun 2025: Bangsa ini Belajar Lebih Hati-hati dan Lebih Cerdas

×

Akhir Tahun 2025: Bangsa ini Belajar Lebih Hati-hati dan Lebih Cerdas

Sebarkan artikel ini
Banner Iklan Harianesia 468x60

Jakarta,-Menutup tahun 2025, bangsa ini semestinya tidak larut dalam euforia capaian dan stabilitas. Justru di penghujung tahun, refleksi menjadi kebutuhan mendesak. Sejarah menunjukkan, banyak bangsa tergelincir bukan karena kekurangan sumber daya, melainkan karena kehilangan kejernihan berpikir dan kepekaan moral.

Tahun ini memberi pelajaran penting: ruang publik kian gaduh, perbedaan pendapat makin mudah berubah menjadi permusuhan, dan nalar sering dikalahkan oleh emosi. Menjelang 2026, pertanyaannya bukan semata apa yang telah dicapai, melainkan apa yang telah dikorbankan.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Polarisasi dan Penyempitan Nalar

Sepanjang 2025, polarisasi sosial menjadi fenomena yang menonjol. Kritik sering disalahpahami sebagai ancaman. Perbedaan pendapat dipersempit menjadi soal loyalitas kubu. Akibatnya, diskursus publik miskin argumentasi dan kaya pelabelan.

Demokrasi tidak tumbuh dari keseragaman, melainkan dari perbedaan yang dikelola secara rasional. Ketika emosi kolektif lebih dominan daripada penalaran, kebijakan publik rentan diambil secara reaktif.

Baca Juga :  Wakil Ketua DPRD Depok Ajak Warga Sukseskan Pilkada 2024 dengan Damai

Dalam kondisi seperti ini, kehati-hatian menjadi syarat utama menjaga kewarasan bersama.

Negara yang Makin Percaya Diri
Tahun 2025 juga menandai negara yang semakin percaya diri dalam menggunakan kewenangannya. Stabilitas dijadikan tujuan utama. Regulasi dipercepat. Pembangunan digenjot. Namun, pertanyaan mendasarnya tetap sama: siapa yang paling diuntungkan dari stabilitas ini?

Dalam sejumlah kasus, hukum tampak lebih tegas terhadap warga biasa dibandingkan terhadap pemegang kuasa. Kritik kerap dianggap mengganggu ketertiban. Jika dibiarkan, situasi ini berpotensi mengikis fungsi kontrol publik dan memperlemah demokrasi secara perlahan.

Stabilitas penting, tetapi stabilitas tanpa keadilan hanya menunda persoalan.

Agama di Ruang Publik

Ekspresi keagamaan sepanjang 2025 tampak semakin menonjol di ruang publik. Namun, kemeriahan simbol sering tidak sebanding dengan ketegasan sikap etis.

Agama berisiko direduksi menjadi bahasa legitimasi, bukan sumber kritik moral.
Padahal, peran utama agama dalam kehidupan publik adalah menjaga nurani kolektif: berpihak pada yang lemah, menegur yang kuat, dan mengingatkan batas kekuasaan. Ketika fungsi ini melemah, yang tersisa hanyalah formalitas tanpa substansi.

Baca Juga :  ANNIVERSARY '14 PAGUSTAS 2024: Semangat Sportivitas Tanpa Batas

Krisis Intelektual

Masalah lain yang mencolok adalah membanjirnya opini yang miskin data. Media sosial mempercepat produksi pendapat, tetapi tidak selalu memperdalam pemahaman. Kesimpulan sering lahir sebelum kajian, sementara diskusi publik kehilangan konteks.

Dalam dunia yang semakin kompleks—krisis iklim, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian ekonomi bangsa ini membutuhkan ketelitian berpikir, bukan sekadar keberanian berbicara. Kecerdasan publik hanya bisa tumbuh jika membaca, meneliti, dan memverifikasi kembali menjadi kebiasaan.

Pertumbuhan dan Ketimpangan

Narasi besar 2025 adalah pertumbuhan ekonomi dan investasi. Namun, refleksi yang jujur menuntut pertanyaan lanjutan: apakah pertumbuhan itu merata dan berkelanjutan?

Ketimpangan sosial masih terasa, sementara tekanan terhadap lingkungan terus meningkat.

Baca Juga :  Oknum Penjaga Toko Diduga Edarkan Tramadol dan Keroyok Wartawan di Jakarta Utara

Jika pembangunan hanya diukur dari angka pertumbuhan, tanpa memperhitungkan keadilan sosial dan daya dukung alam, maka kemajuan yang dibanggakan berpotensi rapuh.

Introspeksi Individu

Refleksi nasional tidak akan bermakna tanpa introspeksi personal. Sejauh mana kita konsisten antara nilai dan sikap? Seberapa sering kita memilih diam demi kenyamanan?

Pertanyaan-pertanyaan ini menentukan kualitas ruang publik ke depan.
Bangsa yang matang dibangun oleh warga yang berani bersikap kritis tanpa kehilangan integritas.

Penutup

Tahun 2026 tidak membutuhkan lebih banyak kegaduhan. Yang dibutuhkan adalah ketenangan berpikir, keteguhan moral, dan keberanian menjaga akal sehat. Refleksi akhir 2025 memberi pesan sederhana:

lebih hati-hati dalam bersikap dan lebih cerdas dalam membaca keadaan.
Tanpa itu, stabilitas hanya akan menjadi ilusi yang menutup persoalan mendasar.

Refleksi Ujung Tahun)_

Oleh MS.Tjik.NG

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600