Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Edukasi

Multi Partai: Rahmat Demokrasi atau Bencana Politik?

×

Multi Partai: Rahmat Demokrasi atau Bencana Politik?

Sebarkan artikel ini
Banner Iklan Harianesia 468x60

Jakarta,-Sejak Reformasi 1998, Indonesia menegaskan diri sebagai negara demokrasi dengan sistem multi partai.

Pilihan ini bukan semata teknis kelembagaan, melainkan simbol perlawanan terhadap otoritarianisme Orde Baru yang memusatkan kekuasaan dan membatasi partisipasi politik rakyat. Multi partai diharapkan menjadi jembatan antara kedaulatan rakyat dan kekuasaan negara.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Namun setelah lebih dari dua dekade, demokrasi Indonesia justru menghadapi paradoks: partai politik semakin banyak, tetapi perbedaan politik semakin tipis; koalisi semakin besar, tetapi oposisi semakin lemah.

Dalam praktik mutakhir, hampir seluruh partai besar bergabung ke dalam pemerintahan, melahirkan apa yang dikenal sebagai koalisi gemuk dan pada saat yang sama memunculkan oposisi semu.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius, bukan hanya dari perspektif demokrasi modern, tetapi juga dari sudut pandang Islam sebagai tradisi etika politik:

Apakah sistem multi partai masih menjadi rahmat bagi rakyat, atau justru berubah menjadi bencana politik yang menggerus nilai keadilan, amanah, dan tanggung jawab kekuasaan?

Multi Partai dalam Teori Demokrasi.

Dalam teori demokrasi liberal, multi partai memiliki tiga fungsi utama.

Pertama, representasi: partai menjadi saluran artikulasi kepentingan masyarakat yang beragam.

Kedua, kompetisi: partai bersaing menawarkan program, ideologi, dan kepemimpinan.

Ketiga, kontrol kekuasaan: partai oposisi mengawasi pemerintah agar tidak menyimpang dari mandat rakyat.

Bagi negara plural seperti Indonesia, multi partai secara normatif tampak sebagai pilihan rasional. Tidak ada satu ideologi tunggal yang dapat mewakili seluruh kepentingan sosial, agama, dan budaya. Oleh karena itu, multi partai dipahami sebagai rahmat demokrasi alat untuk mencegah dominasi tunggal dan membuka ruang partisipasi seluas-luasnya.

Baca Juga :  DPC LIN Kabupaten Tangerang Audiensi bersama Camat Paku Aji, Cari Solusi Masalah Normalisasi Sungai

Namun teori hanya akan bermakna jika bertemu dengan praktik politik yang etis.

Koalisi Gemuk: Stabilitas Semu

Dalam praktik politik Indonesia mutakhir, multi partai justru melahirkan koalisi gemuk (oversized coalition). Hampir semua partai besar bahkan yang sebelumnya berseberangan keras dalam kontestasi pemilu masuk ke dalam lingkar kekuasaan.

Koalisi gemuk sering dibingkai sebagai kebutuhan stabilitas nasional. Argumennya sederhana: semakin banyak partai bergabung, semakin kuat pemerintahan. Namun stabilitas semacam ini justru berpotensi menjadi stabilitas semu.

Ketika mayoritas partai berada di dalam pemerintahan:
parlemen kehilangan daya kritis,
fungsi check and balance melemah,
kebijakan publik lahir dari kompromi elite, bukan deliberasi kepentingan rakyat.

Demokrasi tetap berjalan secara prosedural, tetapi substansinya terkikis.

Oposisi Semu dan Demokrasi Tanpa Alternatif
Lebih berbahaya dari koalisi gemuk adalah lahirnya oposisi semu. Secara formal, beberapa partai masih menyebut diri oposisi. Namun secara substantif, kritik yang disampaikan:
tidak konsisten,
mudah dinegosiasikan,
sering berakhir pada kompromi jabatan atau konsesi politik.

Akibatnya, rakyat tidak lagi disodori pilihan politik yang nyata. Pemilu menjadi ajang pergantian elite, bukan pergantian arah kebijakan. Inilah yang oleh banyak ilmuwan politik disebut sebagai demokrasi kartel—demokrasi yang dikuasai oleh kesepakatan elite lintas partai.

Dalam kondisi ini, multi partai tidak lagi memperkaya demokrasi, tetapi justru mengaburkan perbedaan dan meninabobokan publik.
Kartelisasi Partai dan Politik Transaksional

Koalisi gemuk dan oposisi semu memperkuat gejala kartelisasi partai politik. Partai tidak lagi berfungsi sebagai institusi ideologis dan pendidikan politik, melainkan sebagai kendaraan elektoral untuk mengakses kekuasaan dan sumber daya negara.

Baca Juga :  Habib Muchdor Apresiasi Kadivpas Kemenkumham Kalsel, Said Mahdar" Canangkan Program Ketahanan Pangan! 

Biaya politik yang mahal dalam sistem pemilu langsung mendorong:
mahar pencalonan,
ketergantungan pada oligarki ekonomi,
dan normalisasi politik transaksional.

Korupsi pun tidak lagi sekadar penyimpangan individu, tetapi produk dari sistem politik yang tidak sehat.

Perspektif Islam: Kekuasaan sebagai Amanah
Dalam Islam, kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan amanah. Al-Qur’an menegaskan bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan keadilan dan tanggung jawab moral.

Prinsip ini ditegaskan dalam konsep al-amānah, al-‘adl, dan al-mas’ūliyyah.

Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”

Dalam perspektif ini, politik bukan sekadar perebutan kekuasaan, tetapi ruang pengabdian etis.

Oposisi dalam Islam: Amar Ma‘ruf Nahi Munkar
Islam mengenal konsep oposisi jauh sebelum teori demokrasi modern.

Prinsip amar ma‘ruf nahi munkar adalah dasar etika oposisi dalam Islam. Mengoreksi kekuasaan yang menyimpang bukan tindakan subversif, melainkan kewajiban moral.

Ulama klasik seperti Al-Mawardi dan Ibn Taymiyyah menegaskan bahwa:

Kekuasaan harus diawasi,
penguasa tidak ma‘shum,
kritik adalah bagian dari menjaga kemaslahatan umat.

Dalam kerangka ini, oposisi semu adalah pengkhianatan terhadap etika Islam, karena membiarkan kemungkaran struktural demi kenyamanan politik.

Koalisi Gemuk dalam Timbangan Siyāsah
Dalam perspektif siyāsah syar‘iyyah, kekuasaan yang terlalu terkonsentrasi—meski melalui konsensus elite berpotensi melahirkan kezaliman sistemik. Koalisi gemuk yang menutup ruang kritik bertentangan dengan prinsip musyawarah (shūrā) yang meniscayakan perbedaan pendapat.

Musyawarah dalam Islam bukan formalitas, melainkan proses mencari kebenaran dan keadilan. Ketika semua elite sepakat demi kepentingan kekuasaan, musyawarah berubah menjadi kolusi berjubah konsensus.

Multi Partai: Rahmat Bersyarat

Dari perspektif demokrasi dan Islam, multi partai sejatinya adalah rahmat bersyarat. Ia menjadi rahmat jika:

Baca Juga :  Zainal Effendi, SH.,MH : May the New Year Bring You new Beginnings, Happiness, and Peace

Partai memiliki ideologi dan etika,
oposisi dijalankan secara konsisten,
kekuasaan diawasi secara serius.

Namun ia berubah menjadi bencana ketika:

Partai larut dalam pragmatisme,
oposisi dikorbankan demi stabilitas semu,
rakyat direduksi menjadi legitimasi elektoral.

Jalan Keluar: Disiplin Demokrasi dan Etika Islam
Solusi atas problem multi partai bukan kembali ke penyederhanaan otoriter, melainkan pendisiplinan demokrasi yang dipandu oleh etika.

Beberapa langkah mendesak:
penguatan demokrasi internal partai,
transparansi dan audit dana politik,
perlindungan konstitusional terhadap oposisi,
pendidikan politik rakyat,
internalisasi nilai amanah dan keadilan dalam praktik politik.

Tanpa ini, multi partai hanya akan melahirkan demokrasi prosedural tanpa ruh keadilan.

Penutup

Multi partai pada dasarnya adalah rahmat demokrasi. Namun dalam praktik politik yang oligarkis transaksional, dan miskin etika, ia menjelma bencana politik yang senyap. Demokrasi tetap hidup secara prosedural, tetapi mati secara moral.

Dari perspektif Islam, problem utama bukan pada banyaknya partai, melainkan hilangnya amanah dan keberanian untuk beroposisi demi kebenaran. Politik tanpa etika hanya akan melahirkan kekuasaan tanpa keadilan.

(D.Wahyudi)

Oleh MS.Tjik.NG
Referensi :

Katz, R. S., & Mair, P. (1995).

Changing Models of Party Organization and Party Democracy. Party Politics.

Slater, D. (2018). Oligarchy and Democracy in Indonesia. Journal of Democracy.

Mietzner, M. (2020).

Authoritarian Innovations in Indonesia. Democratization.
Winters, J. A. (2011).

Oligarchy. Cambridge University Press.

Hadiz, V. R. (2010). Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia. Stanford University Press.

Al-Mawardi. Al-Ahkām al-Sulthāniyyah.

Ibn Taymiyyah. As-Siyāsah asy-Syar‘iyyah.

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600