Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahap 2 Tahun Anggaran 2024 di Kabupaten Ciamis terus menguat setelah aparat penegak hukum menemukan indikasi serius ketidaksesuaian antara pencairan anggaran dan laporan pertanggungjawaban. Sebanyak 258 desa tercatat menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dengan nilai nol rupiah, namun laporan tersebut menyatakan kegiatan telah terlaksana sebagaimana mestinya. Fakta ini mendorong aparat hukum melakukan penyelidikan lebih dalam terhadap dugaan praktik korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Pelapor kasus, Daulay SH, menjelaskan bahwa temuan ini bermula dari keberatan warga terkait tidak dicairkannya ADD Desa Cicapar. Dari penelusuran berikutnya, ditemukan bahwa kondisi serupa dialami ratusan desa lain. Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 5,15 miliar, karena dana tahap 2 tidak diterima desa, namun laporan kegiatan tetap berjalan. Daulay telah memberikan keterangan resmi kepada penyidik Unit Tipikor Polres Ciamis setelah berkas dilimpahkan dari Polda Jawa Barat.
Dokumen yang diserahkan kepada penyidik menunjukkan bahwa LPJ Tahap 2 di 258 desa tersebut disahkan oleh Inspektorat Kabupaten Ciamis meski tidak ada realisasi dana. Kondisi ini mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran terhadap UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, serta berpotensi melanggar ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) terkait penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.
Penetapan ADD Tahun Anggaran 2024 dilakukan melalui Perbub (Peraturan Bupati) Keputusan Ciamis. Meski pejabat terkait telah mengundurkan diri untuk kepentingan pencalonan pada periode berikutnya, tanggung jawab atas pelaksanaan anggaran tetap melekat pada penandatangan PERBUB tersebut. Menurut Daulay SH , fakta bahwa dana tidak dicairkan namun LPJ tetap disahkan menunjukkan ketidaksesuaian serius yang harus ditelusuri lebih dalam.
Kisruh pencairan dana ADD semakin memuncak ketika APDESI Kabupaten Ciamis pada Januari 2025 meminta klarifikasi kepada DPRD mengenai keterlambatan pencairan. DPRD menyebut bahwa pencairan kemungkinan dilakukan pada Maret 2025, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada realisasi. Sementara itu, informasi awal dari BPKP menyebutkan bahwa tidak terdapat sisa dana ADD Tahap 2, menimbulkan pertanyaan mendasar tentang posisi dan penggunaan anggaran tersebut.
Polres Ciamis dijadwalkan memeriksa saksi kunci pada Rabu mendatang untuk menelusuri aliran dana dan menilai kesesuaian dokumen pertanggungjawaban dengan fakta di lapangan. Pemeriksaan ini diharapkan membuka gambaran menyeluruh mengenai pihak-pihak yang diduga terlibat serta pola dugaan penyimpangan yang terjadi. Daulay SH menegaskan bahwa dirinya akan terus kooperatif dan siap memberikan informasi tambahan.
Unit Tipikor Polres Ciamis bersama Polda Jawa Barat kini fokus mendalami dokumen-dokumen desa, alokasi anggaran, serta validitas laporan pertanggungjawaban yang telah disahkan. BONO S Kabiro SBI Ciamis, memastikan pihaknya akan terus mengawal proses hukum agar kasus ini terungkap secara terang benderang dan akuntabilitas publik dapat ditegakkan.
Skandal ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan integritas dalam pengelolaan dana desa. Dengan 258 desa terdampak, kasus Ciamis berpotensi menjadi salah satu dugaan penyimpangan Alokasi dana desa( ADD) terbesar di tingkat kabupaten dalam beberapa tahun terakhir. Publik kini menunggu komitmen aparat hukum untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya.
(Levi)




















