Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Hukum

Ilham Salam Korban Mafia Tanah: Jika Mafia Tanah Akan Ada Sampai Kiamat, Lalu Untuk Apa Ada Negara?

×

Ilham Salam Korban Mafia Tanah: Jika Mafia Tanah Akan Ada Sampai Kiamat, Lalu Untuk Apa Ada Negara?

Sebarkan artikel ini
Banner Iklan Harianesia 468x60

JAKARTA_Pernyataan Nusron Wahid bahwa “mafia tanah akan tetap ada sampai kiamat kurang

dua hari” mungkin dimaksudkan sebagai realisme. Namun di tengah ledakan kasus mafia tanah termasuk
tragedi agraria seperti Sri Pendowo Lampung Timur, serta kasus yang dialami oleh Ilham Salam salah seorang ahli waris di Makasar, pernyataan
itu terdengar seperti normalisasi kegagalan negara. la seperti
mengatakan kepada rakyat: “hadapi saja sendiri, karena negarapun sudah menyerah!”

Banner Iklan Harianesia 300x600

*Kasus Sri Pendowo: Bukti Bahwa Mafia Tanah Tidak Sekadar Ada-TAPI DIPELIHARA*

Konflik agraria di Sri Pendowo bukan sekadar kesalahan
administrasi. Itu adalah operasi sistematis perampasan tanah. 390 KK, dari 8 desa, yang menguasai tanah secara turun-
temurun.Tiba-tiba tanah mereka muncul sebagai SHM atas nama
orang lain, tanpa pemeriksaan objek lahan, Diterbitkan secara
sepihak oleh BPN Lampung Timur.

Diduga melibatkan jaringan mafia tanah, perantara, bahkan
aparat penegak hukum yang kemudian Menimbulkan trauma
sosial, ketidakpastian hidup, dan ketakutan kolektif. Itu bukan
fenomena alam. Itu kejahatan yang terjadi karena negara
memberi ruang, memberi celah, bahkan memberi perlindungan
diam-diam.

Jika kementerian sendiri mengakui bahwa 60% sengketa
melibatkan oknum internal, maka konflik Sri Pendowo bukan
“penyimpangan”, tetapi produk dari sistem yang telah busuk hingga akarnya.

*Pernyataan Menteri: Tanda Keputusasaan atau Tanda Penerimaan?*

Ketika Menteri ATR/BPN justru mengatakan mafia tanah akan
selalu ada sampai kiamat, masyarakat mendengar pesan yang lebih dalam: bahwa negara tidak punya kemauan politik untuk
membersihkan institusinya. Reformasi agraria hanya sebatas
slogan.
Korupsi pertanahan dianggap “takdir,” bukan kejahatan
yang harus dibongkar. Publik diisyaratkan untuk menurunkan
ekspektasinya terhadap negara.

Baca Juga :  PKPA UPA PERADI NUSANTARA Angkatan 16 di ikuti 138 Peserta

Dalam konteks Sri Pendowo, pernyataan ini terasa seperti
pengkhianatan kedua: setelah tanah mereka dirampas, sekarang
negara seolah berkata bahwa keadilan pun mustahil sepenuhnya
ditegakkan.

Sri Pendowo Harus Dibaca Sebagai Bukti Kegagalan Struktural,
Kasus tersebut menunjukkan pola yang sama dengan ribuan konflik tanah lainnya di Indonesia:
Pendaftaran tanah tanpa konsultasi dan tanpa verifikasi lapangan
Proses sertifikasi diambil alih pihak luar dengan akses ke birokrasi, Jaringan mafia tanah bekerja dengan memanfaatkan PPAT, oknum BPN, aparat lokal, dan perantara, Negara baru hadir setelah konflik membesar-bukan saat kejahatan dimulai
Itu bukan sekadar kegagalan teknis. Itu kegagalan struktural,
yang tidak bisa diselesaikan dengan retorika “membersihkan
mafia tanah”, apalagi jika retorikanya sendiri bernada pesimis dan fatalistik.

*Apakah Nusron Wahid Orang yang Tepat? Pertanyaan itu Sangat Valid*

Ketika menteri nengakui 60%
masalah bersumber dari internal kementerian, mengatakan
pemberantasan
mafia tanah hampir mustahil, tidak menawarkan
peta jalan reformasi radikal, maka publik berhak meragukan
kapasitas, komitmen, dan keberaniannya untuk memutus mata rantai mafia tanah.

Pemimpin yang sejak awal sudah pasrah, tidak bisa memimpin
pertarungan melawan jaringan kejahatan yang tertanam puluhan tahun.

*Apa yang Dibutuhkan? Bukan Pesimisme- tapi Kebijakan yang berpihak kepada rakyat*

Kasus Sri Pendowo menegaskan bahwa, Audit pertanahan harus dilakukan secara nasional, seluruh SHM bermasalah harus dibekukan sementara dan diuji ulang dan
oknum BPN harus diproses bukan secara administratif, tapi
secara pidana.
Tanpa tindakan radikal semacam itu, kita hanya mengulang
siklus: mafia bekerja – masyarakat melawan negara terlambat
datang-kasus didiamkan – mafia tumbuh lagi.

Jika mafia tanah benar-benar akan ada sampai “kiamat kurang
dua hari”, maka itu berarti satu hal: negara telah kehilangan
fungsi dasarnya sebagai penjaga hak rakyat atas tanah.

Baca Juga :  Tanggul Jebol di Dekat Pemukiman Warga Priuk Kota Tangerang 

*BPN Makassar Diduga Jadi Tangan Kanan Mafia Tanah, Rakyat 26 Tahun Dirampas Haknya*

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar juga kini disorot tajam setelah muncul dugaan kuat bahwa lembaga tersebut membiarkan, bahkan diduga membekingi praktik mafia tanah yang telah merampas hak rakyat kecil selama puluhan tahun.

Salah satu korban, Ilham Salam, ahli waris dari Abdul Salam Pasanrangi, menuntut keadilan atas tanah keluarganya seluas 3.863 meter persegi yang terletak di Kecamatan Panakkukang, Karuwisi, Sulawesi Selatan.
Tanah yang bersertifikat sah sejak tahun 1975 itu kini dikuasai pihak lain yang disebut-sebut bagian dari jaringan mafia tanah. Ironisnya, penguasaan tersebut diduga kuat justru berlangsung dengan restu diam-diam dari pihak BPN Makassar.

Ilham menegaskan “Kami tidak pernah terlibat dalam perkara apa pun, tapi tiba-tiba tanah Ayah Kami dikuasai seseorang. “Bagaimana mungkin hukum bisa sekejam ini?” tegas Ilham Salam saat ditemui awak media Jumat (21/11/2025).

Lebih jauh, Ilham menuturkan bahwa keluarganya tidak pernah dipanggil, tidak pernah diberi tahu, dan tidak pernah diundang ke pengadilan dalam proses perkara antara pihak lain, yakni Harmunis T. dan Manra dkk, yang entah bagaimana justru menyeret tanah milik ayahnya.

Putusan pengadilan yang dianggap janggal itu kini menimbulkan luka hukum yang dalam. 26 tahun lamanya keluarga korban berjuang mengembalikan hak mereka namun keadilan seolah sengaja dibungkam oleh sistem yang seharusnya menjadi pelindung rakyat.

Dalam salinan putusan Pengadilan Negeri Makassar, disebutkan bahwa BPN dan Kantor Agraria Makassar diperintahkan untuk mengembalikan batas dan hak atas sertifikat tanah atas nama Abdul Salam Pasanrangi. Namun hingga kini, perintah pengadilan tersebut tidak kunjung dilaksanakan.

Baca Juga :  Polri Bongkar Sindikat Judi Online yang Dikendalikan Warga Negara Asing, Perputaran Uang Capai Rp 685 M

*”Sudah jelas ada putusan pengadilan. Tapi kenapa BPN diam?*

Ilham menanyakan
“Ada apa sebenarnya di tubuh lembaga ini? dengan nada getir, penuh Kekecewaan mendalam mendorongnya menulis surat langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk meminta agar negara tidak lagi menutup mata terhadap praktik mafia tanah yang sudah mencabik rasa keadilan rakyat kecil.

Fenomena seperti ini bukan hal baru. Kasus sengketa tanah di Indonesia kerap menunjukkan pola yang sama: pihak berduit menang, rakyat kecil tersingkir.

Kejanggalan demi kejanggalan dalam penanganan kasus pertanahan menegaskan bahwa reformasi agraria yang dijanjikan selama ini belum menyentuh akar persoalan sesungguhnya yakni penyalahgunaan wewenang di dalam institusi negara sendiri.

Kini, publik menunggu langkah tegas pemerintah pusat.
Apakah BPN Makassar dan BPN Lampung akan terus berlindung di balik birokrasi, atau justru membersihkan nama institusinya dengan menegakkan kebenaran dan memulihkan hak rakyat yang sudah dirampas selama seperempat abad?

Kasus Sri Pendowo, serta yang dialami oleh Ilham Salam membuktikan bahwa mafia tanah bukan
fenomena liar, tapi didukung oleh struktur kekuasaan yang
permisif dan birokrasi yang korup.

Maka ketika menterinya sendiri berbicara dengan nada pasrah,
publik bukan hanya kecewa-tapi mulai mempertanyakan
legitimasi moral pemerintah dalam mengurus tanah rakyat.
Negara yang menyerah sebelum berperang bukan negara yang
layak dipercaya oleh korban-korban seperti Ilham dan masyarakat Sri
Pendowo.”

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600