Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
Hukum

Anang Iskandar Pakar Hukum Narkotika, Mantan Kepala BNN Usul Penyalahguna Narkotika Ditangani Layaknya Pelanggar Lalu Lintas

×

Anang Iskandar Pakar Hukum Narkotika, Mantan Kepala BNN Usul Penyalahguna Narkotika Ditangani Layaknya Pelanggar Lalu Lintas

Sebarkan artikel ini
Penegak hukum, kata dia, perlu memahami bahwa narkotika pada dasarnya adalah obat untuk mengurangi rasa sakit, tetapi jika digunakan tanpa resep dokter dapat menimbulkan ketergantungan yang bersifat kambuhan dan membahayakan bagi penyalah guna itu sendiri
Banner Iklan Harianesia 468x60

Jakarta_HARIANESIA.COM_Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar menyoroti rumitnya proses penegakan hukum terhadap penyalah guna narkotika di Indonesia. Anang menilai penyalah guna yang diancam pidana maksimal 4 tahun seharusnya tidak diproses secara berbelit di peradilan, tetapi cukup dengan mekanisme sederhana seperti penindakan pelanggaran lalu lintas.

Menurut Anang, penyalah guna narkotika secara hukum diancam pidana maksimum 4 tahun penjara, tidak memenuhi syarat dilakukan penahanan dan dijamin Undang-Undang untuk mendapatkan upaya rehabilitasi.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Karena itu, Anang mempertanyakan mengapa proses peradilannya tetap rumit dan memakan biaya.

“Kenapa proses peradilannya ribet? Menurut saya proses peradilannya cukup seperti pelanggaran lalu lintas, ditilang. Pelakunya dijatuhi hukuman rehabilitasi sebagai hukuman alternatif pidana,” ujar Anang Iskandar melalui unggahan di akun Instagram bertajuk “Kajian Hukum Narkotika di Indonesia Seri ke-42” yang diunggah di Instagram pribadinya pada Selasa (18/11/2025)

Baca Juga :  Kerja Keras Kanit Reskrim Polsek Jatiuwung Berbuah Hasil, Pelaku Curanmor Berhasil Ditangkap

Bedanya, lanjut Anang, kalau pelanggaran lalu lintas didenda, sedangkan penyalah guna narkotika dihukum rehabilitasi.

“Sebagai contoh dan bukti bisa dilihat dalam sidang perkara Ammar Zoni , Faris RM yang sidang nya bertele tele padahal cukup diadili seperti di tilang,” tambahnya.

Anang menegaskan, penekanan dalam penegakan hukum bagi penyalah guna narkotika seharusnya mengedepankan proses yang cepat, sederhana, dan berbiaya murah.

Hal itu, lanjutnya, selaras dengan asas keadilan, perlindungan, pengayoman, kemanusiaan, serta nilai-nilai ilmiah dan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Anang menjelaskan, penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika secara tidak sah atau melawan hukum.

Penegak hukum, kata dia, perlu memahami bahwa narkotika pada dasarnya adalah obat untuk mengurangi rasa sakit, tetapi jika digunakan tanpa resep dokter dapat menimbulkan ketergantungan yang bersifat kambuhan dan membahayakan bagi penyalah guna itu sendiri.

Baca Juga :  Kemenkumham Ajak Masyarakat Berpartisipasi dalam Program Donor Darah

“Ketika seseorang sengaja membeli narkotika untuk dikonsumsi, maka secara medis dia adalah seorang pecandu,” tulisnya.

Ia merujuk ketentuan dalam UU No. 35 Tahun 2009 bahwa pecandu yang menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri secara sukarela wajib menjalani rehabilitasi (Pasal 55 jo Pasal 128 ayat 3).

Selain itu, jika mendasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2011, pecandu atau penyalah guna juga dapat diwajibkan menjalani rehabilitasi atas perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim selama proses pemeriksaan di setiap tingkatan.

Hakim, menurut Anang, juga memiliki kewajiban hukum untuk menjatuhkan putusan rehabilitasi kepada penyalah guna narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 103 UU No. 35 Tahun 2009.

Baca Juga :  Zona Larangan Disulap Jadi Lahan Parkir, Dugaan Penyimpangan di Depan BPJS Depok Mencuat Tajam

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa proses peradilan terhadap penyalah guna idealnya dilaksanakan oleh pengadilan khusus dengan hakim berkompetensi khusus.

Tempat menjalani hukuman rehabilitasi berdasarkan putusan pengadilan pun dilaksanakan di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), yaitu rumah sakit atau lembaga rehabilitasi milik pemerintah yang ditunjuk, dengan biaya ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana diatur Pasal 13 PP No. 25 Tahun 2011.

Melalui gagasannya, Anang Iskandar mendorong reformasi penegakan hukum terhadap penyalah guna narkotika agar lebih berorientasi pada pemulihan, bukan semata pemenjaraan, sekaligus memastikan pelaksanaan norma-norma rehabilitasi yang sudah jelas diatur dalam perundang-undangan.

(D.Wahyudi)

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600