Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan Harianesia 325x300
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia floating
Banner Iklan Harianesia 728x250
EdukasiTNI-POLRI

Mantan KABARESKRIM yang Juga Mantan Kepala BNN: Penegakan Hukum Korban Narkotika Bukan Dipenjara Tapi Direhabilitasi

×

Mantan KABARESKRIM yang Juga Mantan Kepala BNN: Penegakan Hukum Korban Narkotika Bukan Dipenjara Tapi Direhabilitasi

Sebarkan artikel ini
Komjen Pol (purn) Dr. Anang Iskandar, S. I. K., SH., MH Pakar Hukum Narkotika.
Banner Iklan Harianesia 468x60

“Anang meminta penegak hukum memahami secara utuh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang Narkotika mewajibkan penegak hukum menghukum penyalahguna narkotika dengan rehabilitasi, bukan memenjarakan pecandu”

Jakarta_HARIANESIA.COM_Pakar hukum narkotika yang juga Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) 2012-2015 Komjen Pol Purn Dr Anang Iskandar menyerukan kepada polisi, jaksa dan hakim agar dalam menjalankan penegakan hukum kasus narkotika bukan memenjarakan penyalahguna atau korban narkotika tapi menghukum dengan rehabilitasi atau penyembuhan.

Banner Iklan Harianesia 300x600

Pernyataan ini disampaikan Anang Iskandar dalam menyikapi fenomena kasus Ammar Zoni yang tadinya pecandu narkotika karena dipenjara kini justru jadi pengedar narkotika di lapas.

Anang meminta penegak hukum memahami secara utuh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang Narkotika mewajibkan penegak hukum menghukum penyalahguna narkotika dengan rehabilitasi, bukan memenjarakan pecandu.

“Rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika itu penting bagi pemerintah karena kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika hanya bisa ditekan pertumbuhannya melalui proses rehabilitasi penyalah gunanya seimbang dengan proses penegakan hukum terhadap pengedar gelapnya,” ujar Anang dalam unggahannya di Instagram @anangiskandar.

Anang Iskandar melanjutkan penyalah guna seperti artis seperti Ammar Zoni, Farisz RM dan siapapun apakah itu anggota TNI-Polri, Jaksa- Hakim, anggota DPR atau pun dosen yang menjadi penyalah guna tidak perlu dihukum pidana atau diadili secara pidana karena mereka bukan pelanggar hukum pidana.

“Mereka melanggar UU Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika karena membeli narkotika untuk dikonsumsi agar tidak sakau. Kalau penjualnya hukumlah mereka setimpal dengan perbuatannya penjarakan, rapas asetnya, serta putus jaringan peredarannya agar jera,” tegas Anang.

Baca Juga :  Terpincut Bagi Hasil Dana Talangan, Uang Rp 200 Juta Raib Dibawa Kabur, Korban Lapor Polres Sragen

Lebih jauh Anang memaparkan, dalam Undang-Undang Narkotika yang berlaku bersumber dari kesepakatan internasional bahwa mengamatkan kepada negara fihak harus melarang kepemilikan narkotika baik untuk tujuan untuk mencari keuntungan melalui peredaran gelap narkotika dan untuk tujuan dikonsumsi

Program pemerintah P4GN dalam melakukan pencegahan sekunder, rehabilitasi penyalah guna narkotika merupakan program unggulan non pidana / non penegakan hukum dengan tujuan agar penyalah guna narkotika sebagai korban kejahatan penderita sakit adiksi yang dikriminalkan UU mendapatkan layanan rehabilitasi dengan biaya ditanggung rumah sakit/lembaga rehabilitasi yang ditunjuk sebagai IPWL melalui wajib lapor pecandu, juga bertujuan agar pemerintah mempunyai penyalah guna secara riil guna memudahkan pengawasannya.

Program pemerintah P4GN secara pidana menggunakan penegakan hukum rehabilitatif terhadap penyalah guna narkotika dan penegakan hukum represif keras terhadap pengedar narkotika, rehabilitasi merupakan hukuman agar penyalah guna mendapatkan layanan rehabilitasi guna mendapatkan penyembuhan/pemulihan.

Sedangkan penegakan hukum represif keras hanya ditujukan pada pengedar gelap narkotika dengan hukuman pemenjaraan, perampasan aset hasil kejahatan dan pemutusan jaringan peredaran gelap narkotikanya.

Penegakan Hukum Korban Narkoba Harus Lebih Humanis, Direhabilitasi Bukan Dipenjara
Pandangan yang senada dengan Anang Iskandar disampaikan Ketua Umum Yayasan Mutiara Maharani Ade Hermawan. Ia mengatakan pemulihan korban narkotika, psikotropika dan zat adiktif (Napza) membutuhkan waktu seumur hidup.

Untuk itu, organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada advokasi dan rehabilitasi ini minta proses hukum terhadap penyalahguna narkoba yakni pemakai dan pecandu harus lebih humanis.

“Teman teman korban Napza seumur hidup pemulihannya. Mereka memiliki sugesti progresif kambuhan, ketika ketemu teman pecandu bisa pakai (narkoba) lagi, berantem dengan keluarga dan istri kambuh lagi,” ujar Ade, Minggu (26/10/2025).

Baca Juga :  Kapolsek Caringin Hadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H, Sampaikan Pesan Kamtibmas

Yayasan Mutiara Maharani yang memiliki panti rehabilitasi di Cianjur, Jawa Barat ini telah menangani pasien lebih dari 700 pecandu sejak 2012. Mereka paling banyak saat ini menjadi korban bahaya narkoba jenis Sabu, Sinte, Tramadol dan Ganja.

“Semua orang itu tidak mau menjadi pecandu narkotika, awalnya coba-coba. Kita coba pulihkan dan kita dampingi jangan sampai kena peras,” ujar Ade

Gerakan Advokasi Masyarakat Ajukan Uji Materi Perpol Nomor 8 ke MA
Menurut Ade, hakikat dari Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif cukup bagus untuk melindungi para korban atau pecandu narkoba agar bisa direhabilitasi dan tidak dipenjara.

Namun pada praktiknya dalam kebijakan tersebut, masih ditemukan pelanggaran SOP dalam prosesnya ketika pemakai ditangkap oleh pihak aparat. Selain itu terjadi pratik transaksional dari penyidik dengan rehab-rehab, yang mana proses seharusnya ditempuh menjadi tidak ditempuh sama sekali.

“Saat ini kami bersama kawan-kawan lainnya dari Gerakan Reformasi Advokasi Masyarakat (GRAM) mendampingi korban dan keluarga korban telah mengajukan judicial review Perpol Nomor 8 tersebut ke Mahkamah Agung. Kami ingin reformasi kebijakan, mendorong kebijakan narkotika berbasis kesehatan dan bukti ilmiah, bukan kriminalisasi,” tandasnya.

Seperti diketahui Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol Syahardiantono menegaskan pemberantasan narkoba dilakukan dari hulu ke hilir. Alhasil sebanyak 197 Ton narkoba berbagai jenis berhasil disita dari 38.000 kasus serta menetapkan 51.000 tersangka.

Baca Juga :  Perkuat Sinergitas TNI-Polri, Media dan Masyarakat Laksanakan Donor Darah Bersama 

Syahar menyebut hasil ini sebagai bentuk nyata komitmen Polri menjalankan amanat Asta Cita ke-7 Presiden Prabowo–Gibran, yaitu memberantas narkoba hingga ke akar.

“Pemberantasan dan pencegahan narkoba harus dilakukan terus-menerus. Pak Kapolri sudah menegaskan, perang melawan narkoba dari hulu ke hilir tidak boleh berhenti,” kata Syahar dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Oktober 2025.

Selain itu, mantan Kadiv Propam Polri itu mengajak partisipasi masyarakat dalam pemberantasan narkoba dengan melaporkan kasus narkoba ke hotline yang telah disediakan.

Masyarakat yang ingin membuat pengaduan terkait adanya peredaran gelap narkoba dapat langsung melakukannya melalui aplikasi WhatsApp dengan menghubungi nomor 0823-1234-9494 yang aktif selama 24 jam. “Sampaikan langsung ke sini. 24 jam kita akan tindaklanjuti sesuai dengan komitmen kita,” tegasnya.

Bukti nyata keseriusan dan komitmen Polri dalam pemberantasan narkoba tidak hanya gencar dilakukan di luar, namun juga di dalam internal kepolisian. Dirinya tidak segan menindak tegas anggota yang terbukti melakukan pelanggaran.

Masyarakat lanjut Komjen Syahar dapat ikut mengawasi dan melapor jika menemukan anggota Polri yang terlibat pelanggaran. Laporan tersebut, dapat langsung disampaikan kepada Divisi Propam Polri.

“Dari Divisi Propam juga ada, tadi sudah saya sampaikan kita tindak tegas terhadap pelanggaran di internal kita. Nomornya 0813-1917-8714. Ini Bagyanduan (Bagian Pelayanan Pengaduan) Divisi Propam Polri. Saya harapkan nomor ini bisa membantu memperlancar dalam rangka penegakan hukum narkoba,” tandasnya. (D.Wahyudi)

Banner Iklan 1
Banner Iklan Harianesia 120x600