Banten, 17 Oktober 2025 – Lembaga Swadaya Masyarakat Kumpulan Pemantau Korupsi Banten (KPKB) yang dipimpin oleh Ketua Umum Dede Mulyana menyatakan akan menggelar aksi protes besar-besaran terkait pemutusan kepesertaan BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang sebelumnya dibayarkan oleh pemerintah daerah.
Menurut Dede, pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat di berbagai wilayah Banten yang mengeluhkan pemutusan kepesertaan BPJS secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan.
> “Kami menerima banyak pengaduan dari masyarakat, terutama dari wilayah Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Warga miskin yang sangat bergantung pada BPJS PBI kini tidak bisa berobat karena statusnya nonaktif tanpa alasan jelas. Ini bentuk kelalaian dan ketidakadilan dalam pelayanan publik,” ujar Dede Mulyana, Jumat (17/10).
Salah satu warga yang menjadi korban adalah Dede, warga Kampung Bojong Leles, Kabupaten Lebak. Ia mengaku kaget ketika mendapati BPJS-nya tidak aktif saat berobat ke puskesmas.
> “Saya baru tahu BPJS saya sudah tidak aktif waktu mau berobat. Padahal selama ini saya tidak pernah mencabut, dan katanya dibayarkan oleh pemerintah daerah,” ungkap Dede dengan nada kecewa.
KPKB menilai, pemutusan tersebut terjadi akibat lemahnya koordinasi antara Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan.
> “Jika Pemda tidak segera menindaklanjuti dan mengembalikan hak peserta PBI yang dicabut sepihak, kami akan turun ke jalan untuk menuntut keadilan,” tegas Dede Mulyana.
Aksi tersebut rencananya akan digelar di depan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Banten, dengan tuntutan utama:
1. Mengembalikan seluruh peserta BPJS PBI yang diberhentikan tanpa dasar yang sah.
2. Melakukan audit terbuka terhadap penggunaan anggaran PBI daerah.
3. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).
Dede juga meminta aparat penegak hukum ikut memeriksa kemungkinan adanya indikasi penyimpangan dalam pengelolaan dana iuran BPJS daerah, karena ditemukan ketidaksesuaian antara data penerima dan alokasi anggaran.
> “KPKB tidak hanya bicara soal hak rakyat, tapi juga soal transparansi keuangan publik. Jangan sampai program sosial dijadikan ladang permainan anggaran,” tutup Dede Mulyana.