Jakarta_HARIANESIA.COM_Pakar Hukum Narkotika Komjen Pol (Purn) Dr.Anang Iskandar,S.I.K.,SH.,MH, Pakar Hukum Narkotika menyikapi Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis.
Menurut Mantan Kepala BNN Dan KABARESKRIM ini,
“Jaksa tidak berhak menghentikan perkara tidak pidana narkotika dengan pendekatan restoratif sebagai pelaksanaan dominus litis”.
“penghentian perkara tersebut
tidak sah, dan dapat dipraperadilan, demikian yang disampaikannya saat awak media menghubungi Rabu (10/9/2025).
Lebih lanjut Pakar Hukum Narkotika Ini menjelaskan *”Dalam sistem hukum Indonesia, jaksa memiliki peran penting sebagai penuntut umum yang berhak menentukan apakah suatu perkara akan dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan”*. Namun, dalam perkara narkotika, jaksa tidak berhak menghentikan perkara dengan pendekatan restoratif sebagai pelaksanaan dominus litis karena beberapa alasan:
Pertama Kebijakan Hukum Narkotika. Undang-Undang Narkotika mengatur secara khusus tentang penanganan perkara narkotika, yang cenderung lebih keras dan fokus pada penindakan. Pendekatan restoratif mungkin tidak sesuai dengan kebijakan ini.
Kedua Meskipun jaksa memiliki kekuasaan sebagai dominus litis (penguasa perkara) dalam menentukan nasib perkara, kekuasaan ini tidak sepenuhnya bebas dari batasan hukum.
Dalam perkara narkotika, hukum mengatur secara ketat tentang penanganan dan proses hukumnya.
Ketiga Keterlibatan Pihak Lain Dalam perkara narkotika, seperti Kejaksaan Agung dan kepolisian sangat penting. Jaksa mungkin perlu berkoordinasi dengan pihak lain sebelum membuat keputusan tentang penghentian perkara.
Ke Empat Keadilan dan Konsistensi “Penghentian perkara narkotika dengan pendekatan restoratif bisa menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan konsistensi penegakan hukum”
Jaksa perlu memastikan bahwa keputusan mereka tidak menimbulkan kesan diskriminatif atau tidak adil.
Semoga para penegak hukum memahami tujuan dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dan merubah Peraturan pelaksanaan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang tidak berdasarkan paradigma hukum narkotika, serta mencabut peraturan teknis Mahkamah Agung sepanjang mengenai penyalah guna narkotika, dan mencabut peraturan Jaksa Agung mengenai pedoman penyelesaian perkara narkotika berdasarkan restorative justice dan dominus litis dan Peraturan Kapolri tentang restorative justice sepanjang mengenai penyalah guna narkotika.
Sebelumnya Pernyataan Jaksa Agung yang melarang melimpahkan
pengguna narkotika ke pengadilan, Anang mengapresiasi
langkah tersebut, tetapi tidak setuju dengan pendekatan
restorative justice yang dianggap tidak tepat untuk kasus
narkotika.
Menurutnya “Restorative justice itu fokus pada pemulihan hubungan antara
korban dan pelaku. Sedangkan untuk narkotika, yang diperlukan adalah
rehabilitative justice, yaitu memulihkan penyalahguna atau
pecandu dengan menempatkan mereka di rumah sakit atau
lembaga rehabilitasi agar sembuh dan tidak kembali
menggunakan narkotika,” paparnya.
Anang juga menegaskan, Langkah untuk Memutus Jaringan Narkoba bergantung pada pemutusan jaringan peredaran
gelap narkotika. Ia mengajukan dua langkah utama:
1. Rehabilitasi Pengguna: Penegakan hukum harus mengikuti
UU No. 35 Tahun 2009 dengan memprioritaskan rehabilitasi
pengguna narkotika.
Penegakan hukum hanya dilakukan jika terpaksa, dengan pendekatan rehabilitatif untuk mewujudkan rehabilitative justice
2. Penerapan TPPU: Memidana pelaku pengedar sekaligus
merampas hasil kejahatan mereka melalui mekanisme
TPPU. Hasil rampasan tersebut dapat digunakan untuk
mendanai rehabilitasi penyalahguna dan pecandu.
Anang menandaskan “Jika paradigma hukum pidana tetap fokus menghukum
pengguna dengan penjara dan pengedar dengan hukuman
mati, masalah narkotika tidak akan selesai, malah semakin
subur,” tegasnya.
Penegakan hukum yang tepat dan holistik, termasuk rehabilitasi
pengguna dan pemberantasan ekonomi jaringan narkoba,
adalah kunci untuk menyelamatkan generasi muda Indonesia
dari ancaman narkoba pungkas Anang.
(D.Wahyudi)