SUKABUMI_HARIANESIA.COM_Dalam upaya mewujudkan visi-misi Kabupaten Sukabumi yang Maju, Unggul, Berbudaya dan Berkah (Mubarokah), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukabumi secara resmi mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Tentang Pelestarian Pengetahuan Tradisional dalam Perlindungan Kawasan Sumber Air atau yang dikenal Perda Patanjala, saat menggelar Rapat Paripurna di Gedung DPRD setempat pada Rabu, 12 November 2025.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Sukabumi Bayu Permana, dalam laporannya menyampaikan, bahwa terdapat tiga alasan utama mengapa Perda Patanjala menjadi prioritas untuk segera diimplementasikan. Pertama, terkait target pencapaian visi-misi Bupati dan keseimbangan lingkungan.
“Perda ini dinilai sebagai instrumen kunci untuk mencapai dua indikator penting dalam visi-misi Bupati, yaitu Indeks Pemajuan Kebudayaan dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup. Penekanan diletakkan pada hubungan simbiosis antara budaya dan lingkungan, di mana budaya lahir dari interaksi dengan alam sekitarnya,” kata Bayu Permana seperti dikutip Liputan12.id dari Sukabumiku.id. pada Kamis, 13 November 2025.
“Mustahil mewujudkan masyarakat yang Mubarokah jika urusan kebudayaan dan lingkungan hidup diabaikan,” lanjut Bayu.
Bayu menjelaskan, dukungan terwujudnya Perda Patanjala ini juga datang dari sisi keagamaan, seperti hasil Bahtsul Masail PC NU Kabupaten Sukabumi yang menegaskan bahwa hukum menjaga lingkungan atau hifdzul bi’ah adalah wajib.
Kemudian alasan kedua, lanjut Bayu, yang membuat Perda Patanjala menjadi prioritas untuk diimplementasikan adalah terkait fondasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan mitigasi bencana.
“Dari data RPJMD menunjukkan bahwa luas kawasan lindung di Sukabumi hanya 12%, dengan kawasan perlindungan setempat 0,8%. Ketimpangan ini dinilai tidak lagi mampu menopang kawasan budidaya yang mencapai 88%. Ketidakseimbangan ini diperkirakan berkontribusi pada tingginya angka bencana,” kata Bayu.
“Data BPBD Kabupaten Sukabumi mencatat sepanjang 2024 telah terjadi 1.488 bencana, didominasi longsor, banjir, dan pergeseran tanah. Perda Patanjala bertujuan memperluas kawasan perlindungan setempat dari hulu hingga hilir dengan pendekatan pengetahuan tradisional,” sambungnya.
Terakhir, kata Bayu, aasan yang menjadikan perda ini prioritas adalah menjawab arahan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi, dan mengembalikan tata ruang berbasis budaya.
“Arahan Gubernur Jabar untuk menata ruang dan lingkungan hidup berdasarkan nilai-nilai budaya Sunda menjadi pijakan ketiga,” tuturnya.
Untuk diketahui, konsep Patanjala diambil dari naskah Amanat Galunggung abad ke-13. Konsep ini merujuk pada filosofi Sungai, yang mengandung tiga nilai utama:
Ongkwah-ongkwah: Konsentrasi dan kesungguhan, seperti sungai yang menjaga kodratnya mengalir dari hulu ke hilir.
Kagelisan: Keindahan tata ruang, yang melahirkan kawasan hutan dengan fungsi spesifik seperti larangan, tutupan, dan baladahan.
Tapa: Landasan etis dan norma hukum, yang kini diwujudkan dengan menjadikan Patanjala sebagai regulasi daerah.
Dengan disahkannya Perda ini, diharapkan Bupati Sukabumi dapat segera menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) sebagai petunjuk pelaksanaan pada tahun 2026.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi ikhtiar kolektif mewujudkan Sukabumi yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja.(L/H)




















